Yogyakarta (ANTARA News) - Penataan ulang Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) seharusnya dilakukan dengan menunda penerimaan mahasiswa (praja) baru untuk jangka waktu tiga tahun ajaran. "Pemotongan mata-rantai tradisi senioritas dapat dilakukan jika tidak ada lagi komponen-komponen dalam kampus yang pernah menerapkan budaya itu," kata dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Wahyu Widhiarso di Yogyakarta, Selasa. Menurut dia, jika penundaan penerimaan mahasiswa baru hanya dilakukan untuk satu tahun, maka pada saat penerimaan mahasiswa baru berikutnya masih ada mahasiswa tingkat tiga dan tingkat empat yang pada diri mereka pernah ditanamkan budaya kekerasan oleh seniornya. Ia mengatakan tindakan kekerasan fisik yang terjadi dalam hubungan senior-yunior merupakan hasil dari proses pembentukan perilaku karena melihat suatu kejadian. Kekerasan yang sudah biasa dilihat bahkan dialami sendiri akan menjadi sesuatu yang meninggalkan kesan dalam diri seseorang, dan selanjutnya mempengaruhi karakternya. Pada dasarnya, menurut dia, manusia memiliki kebutuhan untuk dihargai, sehingga ketika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk membuat orang lain memuji, maka yang bersangkutan akan mencari perhatian, bahkan dengan cara kekerasan. Ia menyebutkan, secara alamiah ada tahapan-tahapan seseorang mengungkapkan emosinya. Sebelum melakukan tindak kekerasan fisik, ada tahapan dimana seseorang meluapkan emosinya dengan kekerasan verbal. Menurut dosen psikologi pendidikan ini, tindak kekerasan fisik yang terjadi di IPDN merupakan gambaran `penderitaan mencari teman` yang terjadi pada diri praja senior, yang nantinya akan diwariskan kepada yuniornya. "Mereka merasa `menderita` dengan situasi yang ada dalam kampus, sehingga mencari obyek untuk dibuat `menderita` juga," katanya. "Ketika bisa membuat orang lain `menderita` seperti dirinya, ada kenikmatan yang dapat dia rasakan, karena penderitaannya berkurang," kata dia. Menurut Wahyu, kekerasan yang membudaya itu disebabkan karena situasi kondusif yang mendukung tindakan tersebut dilakukan, sehingga secara psikologis mereka nyaman melakukannya. Ia menambahkan, seseorang yang pernah berkenalan dengan kekerasan akan memiliki potensi dalam dirinya, dan potensi itu bisa menjadi aktual jika dipicu oleh kondisi tertentu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007