Semarang (ANTARA News) - Era globaliasi memunculkan fenomena baru dalam praktik korupsi politik, yaitu suatu negara menyuap negara lain atau pejabat badan internasional untuk mencapai tujuannya. "Praktik suap-menyuap antarnegara ini terjadi karena pelaksanaan kekuasaan terlalu besar dan tidak ada pihak yang merasa sanggup melakukan kontrol," kata Hakim Agung Artidjo Alkostar, di Semarang, Selasa. Di sela kesibukan menghadapi ujian doktor di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Rabu (11/4), Artidjo mengemukakan, suap antarnegara bisa saja terjadi kendati banyak rakyat di negara penyuap itu tidak setuju praktik kolutif tersebut. Menurut dia, di era globalisasi, korupsi politik muncul sebagai fenomena baru yang mengancam perdamaian dunia, melumpuhkan perkembangan demokrasi, dan merugikan hak-hak sosial ekonomi rakyat di negara berkembang. Mengglobalnya fenomena korupsi tersebut, katanya, menimbulkan konsekuensi logis hadirnya lembaga kontrol yang melintasi batas-batas negara sebagai manifestasi dari perhatian masyarakat internasional. Langkah politik PBB pada 30 Oktober 2003 menyetujui Konvensi Antikorupsi yang memunyai implikasi bagi negara-negara di dunia untuk menggunakan fungsi imperatifnya bagi pihak-pihak yang melakukan korupsi yang sangat melukai rasa keadilan rakyat miskin di dunia. Sikap Bank Dunia yang tidak memberi respon dan tidak menjatuhkan sanksi terhadap praktik korupsi di negara yang diberi pinjaman, katanya, merupakan salah satu faktor terus merebaknya korupsi di negara debitur. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007