Samarinda (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menyatakan, sikap mendukung terkait pengusutan kembali nasib Abdul Rahman, praja Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) --sekarang IPDN-- angkatan tahun 1990 yang dikabarkan raib pada 1992, harus diteruskan. "Saya sendiri juga terkejut mengetahui ada warga Kaltim yang hilang dan hingga kini tidak pernah diketahui lagi nasibnya. Padahal, kasus hilangnya praja terjadi 17 tahun yang lalu," kata Asisten Bidang Ketataprajaan Kaltim, Syahcruddin, di Samarinda, Kamis. Abdul Rahman selama ini tercatat berasal dari Kabupaten Pasir, Kaltim. Meski tidak mengetahui kasus tersebut secara terinci, Syahcruddin mengatakan, turut mendukung pernyataan Bupati Pasir, Ridwan Suwidi, beberapa waktu lalu yang mempertanyakan hilangnya Abdul Rahman dan meminta pernyataan resmi dari IPDN. Kendati demikian, ia mengatakan, Pemrov Kaltim belum mengambil tentang sikap untuk mengizinkan putra daerah dikirim ke IPDN menyusul terbongkarnya kematian praja Cliff Muntu yang diakui akibat dianiaya oleh seniornya. "Memang masih ada pelajar IPDN yang berasal dari Kaltim namun itu bukan wewenang saya untuk menyampaikan hal tersebut tapi pak Ngayoh sebagai Plt. Gubernur," katanya. Saat ini Yurnalis Ngayoh berada di Jakarta. Hilangnya Abdul Rahman hingga saat ini masih menimbulkan tanda tanya. Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kaltim, Abdus Samad, ketika dihubungi melalui telepon genggamnya mengatakan belum mengetahui adanya kasus tersebut. "Saya tidak tahu mengenai kasus ini, karena saya masih baru, dan saya tidak berani memberi komentar sebelum mendapatkan keterangan dari BKP Kabupaten Pasir," katanya, yang mengaku sedang berada di Jakarta. Sebelumnya, Plt BKD Pasir, Abdullah Amir, mengatakan bahwa hanya mengetahui kasus tersebut secara sepihak, yang menyebutkan bahwa Abdul Rahman melarikan diri dari kampus APDN. Namun, ia mengatakan, tidak mengetahui sebab kaburnya Abdul Rahman karena ia mengakui bahwa saat peristiwa itu terjadi APDN belum pernah mengeluarkan pernyataan resmi. Sementara itu, Abdul Lani yang kakak kandung Abdul Rahman ketika dihubungi secara terpisah mengatakan, adiknya itu tidak diketahui lagi keberadaannya beberapa bulan menjelang kelulusannya pada 1992. Ia mengatakan, kabar terakhir yang diterima keluarganya dari sang adik adalah melalui surat yang berisi permintaan uang sebesar Rp300.000 untuk membeli mesin ketik karena dia akan menysun laporan akhir menjelang kelulusannya. "Yang membuat keluarga penasarann karena dia tinggal beberapa bulan lagi lulus, maka buat apa dia harus melarikan diri," katanya. Selain itu, ia juga mengatakan, keluarganya tidak pernah mendapatkan respon ketika mencoba untuk menghubungi APDN dan hanya dikatakan Abdul Rahman melarikan diri. Hal itu yang membuat pihak keluarga tetap melakukan pencarian. Namun, ia mengemukakan, pencarian itu dihentikan usai mendiang ayahnya, Dzamhari, mendapat surat panggilan dari Polres Pasir. "Setelah itu bapak lebih banyak diam dan mengatakan kami tidak usah mencari adik kami lagi. Padahal, kami sempat bingung dengan panggilan itu, apa salah kami hingga diberi hingga diberi surat panggilan,? katanya. Ia mengatakan bahwa tidak mengetahui dengan isi pembicaraan tersebut karena saat itu Dzanhari memenuhi panggilan ke Polres seorang diri, dan setelahnya juga tidak mau menceritakannya. "Apalagi beliau sudah meninggal tanggal 1 April 2006 lalu, sehingga kami tidak bisa lagi mencari tahu yang beicarakan di Polres saat itu," katanya. Meski demikian, ia mengaku masih memendam hasrat, agar nasib saudara kandungnya dapat diketahui. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007