Jakarta (ANTARA News) - Tim penasihat hukum Nur Alam batal menghadirkan tiga saksi untuk mengikuti lanjutan sidang praperadilan yang diajukan kliennya akibat saksi-saksi tersebut mendapat intimidasi.

Sebelumnya, pengacara Nur Alam, Maqdir Ismail dijadwalkan akan menghadirkan tiga saksi dan tiga ahli untuk dimintai keterangan pada sidang yang diselenggarakan Kamis.

"Ya mereka katakan bahwa dalam tanda kutip ada yang setengah mengintimidasi agar tidak hadir (dalam persidangan)," kata Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis.

Namun, Maqdir enggan menyebutkan siapa yang mengancam dan bentuknya seperti apa ancamannya.

"Itu melalui telepon. Saya tidak mau orang-orang (saksi-saksi) itu tambah susah," kata Maqdir.

Sementara itu, hakim tunggal I Wayan Karya menanyakan kepada pihak tim penasehat hukum Nur Alam yang tidak memakai Undang-Undang Perlindungan Saksi.

"Kami ada sedikit masalah. Tetapi kami tetap bawa keterangan saksi-saksi tersebut secara tertulis," kata Maqdir.

Selanjutnya, hakim tunggal I Wayan Karya pun menerima keterangan tertulis dari saksi-saksi yang tidak hadir tersebut.

Sementara itu, sidang tetap dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan dari tiga ahli yang telah disiapkan pihak pemohon.

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan KPK pada 15 Agustus 2016 karena diduga melakukan perbutan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan Eksplorasi, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara.

Nur Alam dalam perkara ini disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 2013, Nur Alam diduga menerima aliran dana sebesar 4,5 juta dolar AS atau setara dengan Rp50 miliar dari Richcorp Internasional yang dikirim ke bank di Hong Kong dan sebagian di antaranya ditempatkan pada tiga polis AXA Mandiri.

Richcorp, melalui PT Realluck International Ltd (saham Richcorp 50 persen), merupakan pembeli tambang dari PT Billy Indonesia.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2016