Jakarta (ANTARA News) - Penyelidikan dan dibukanya kembali kasus meninggalnya aktivis HAM, Munir, bukan atas tekanan Dewan HAM PBB melainkan merupakan tekad pemerintah secara internal. "Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono, red) sudah memberikan direktif (petunjuk, red) yang cukup tegas untuk melakukan revitalisasi kasus Munir, beberapa bulan yang lalu," kata Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata, Departemen Luar Negeri, Desra Percaya, kepada wartawan di Jakarta, Jumat. Ia mengatakan pemerintah sudah menegaskan dan melakukan langkah-langkah untuk menyelidiki serta membuka kembali kasus kematian Munir. Kapolri Jenderal Sutanto baru-baru ini mengumumkan adanya dua tersangka kasus ini antara lain mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia yang berinisial IS. Menanggapi rencana kedatangan tim Dewan HAM PBB yang dipimpin special inspektur, Pill Austin, pihaknya menyatakan hal itu adalah prosedur yang sudah biasa dilakukan. Menurut Desra, Austin dan timnya adalah pelapor khusus dari sebuah mekanisme pematuhan HAM dari negara anggota PBB dan merupakan sesuatu yang biasa dilakukan atau sesuai dengan prosedur yang berlaku. "Ini sesuatu yang biasa dilakukan tidak hanya dalam kasus Munir, tetapi juga dugaan pelanggaran HAM di negara lainnya. Namun terlepas dari laporan Austin atau tidak, pemerintah sudah menegaskan untuk menyelidiki kembali kasus ini," kata Desra. Ia juga menyatakan kunjungan Austin ke Indonesia itu dilakukan atas undangan pemerintah RI. "Ini atas undangan pemerintah RI dan juga biasanya kita sesuaikan dengan kalender kegiatan HAM yang ada," katanya. Menurutnya, masih akan ada beberapa pelapor khusus yang datang ke Indonesia terkait kasus Munir selain Pill Austin dan timnya. "Seingat saya, ada beberapa pelapor khusus yang akan datang, di antaranya dari Human Rigt Defender yaitu pelapor khusus yang melindungi hak-hak dari pelaku HAM," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007