Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) menguatkan vonis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap PTB Telekomunikasi Indonesia (PTB Telkom) dan PTB Carrefour Indonesia (Carrefour) yang menyatakan dua perusahaan tersebut melanggar UUB Anti Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat. "Kami harap pelaku usaha mengikuti keputusan tersebut. Kena hukuman dan mengikuti putusan artinya menjunjung tinggi persaingan usaha yang sehat dan nama pelaku usaha itu akan menjadi lebih baik," kata Ketua KPPU, Muhamad Iqbal, di Jakarta, Jumat. Iqbal menegaskan, jika vonis yang dijatuhkan KPPU terhadap dua perusahaan itu tidak dilaksanakan, maka pada kasus serupa di masa mendatang KPPU akan menjatuhkan hukuman yang lebih berat atau denda yang lebih besar. Perkara Telkom yang merupakan inisiatif KPPU itu diputuskan pada 13 Agustus 2004 dan dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Bandung. Kemudian KPPU mengajukan kasasi kepada MA. Berdasarkan temuan KPPU, Telkom menutup layanan kode akses 001 dan 008 di beberapa wartel dan diganti dengan kode 017. Hal itu dilakukan atas dasar perjanjian kerjasama antara Telkom dan wartel yang menyatakan bahwa wartel hanya boleh menjual produk Telkom dan Telkom berhak menutup akses layanan milik operator lain di wartel. Dengan adanya surat keputusan MA yang diterima KPPU pada 15 Maret 2007, maka PTB Telkom wajib melaksanakan vonis tanpa denda yang dijatuhkan KPPU. Dalam putusan kasus yang disidangkan pada 2005 itu, Telkom tidak boleh lagi mengharuskan pengelola warung Telkom hanya menjual jasa dan produk perusahaannya. Selain itu, Telkom juga harus membuka akses Sambungan Langsung Internasional (SLI) dari operator lain. Anggota KPPU yang juga Ketua Majelis Komisi dalam dua kasus tersebut, Tadjuddin Noer Said, berharap keputusan MA tersebut dapat membuka interkoneksi antar operator telekomunikasi sehingga menciptakan persaingan usaha yang sehat. "Dengan demikian, akan meningkatkan pelayanan dan menurunkan harganya,"ujarnya. Dalam kasus Carrefour, KPPU menerima pengaduan dari para pemasok yang merasa dirugikan akibat penerapan syarat perdagangan (trading term) yang diajukan oleh Carrefour. Carrefour terbukti telah menghalangi pesaingnya untuk melakukan kegiatan usaha yang sama dengan memberlakukan syarat dagang "minus margin". "Minus margin", artinya jika pemasok menjual harga lebih murah pada pesaing Carrefour sehingga harga jualnya lebih murah dari Carrefour, maka pemasok diharuskan membayar sebanyak barang yang tidak laku di Carrefour. Akibatnya, salah satu pemasok Carrefour menghentikan pasokannya pada pesaing Carrefour. Selain "minus margin", aturan "listing fee" (keharusan membayar biaya display barang di gerai) pasar modern Carrefour juga dinilai merugikan pemasoknya. "'Trading term' berpotensi memunculkan iklim berusaha yang tidak sehat, karena posisi yang tidak seimbang antara pemasok dan peritel,"ujar Tadjuddin. Pada 19 Agustus 2005, KPPU menjatuhkan vonis pada Carrefour untuk mengentikan penerapan minus margin dan membayar denda Rp1,5 miliar ke kas negara. Atas dasar keputusan MA yang menguatkan vonis tersebut, KPPU telah mengirimkan permohonan kepada PNB Bandung (kasus Telkom) dan Jakarta Selatan (kasus Carrefour) untuk menegur pihak terhukum agar segera melaksanakan vonis. "Jika tidak bersedia membayar denda, maka dapat dilakukan sita jaminan hingga dibayar atau dilelang aset dan hartanya," kata Kasubdit Litigasi dan Monitoring Putusan KPPU, Muhammad Reza. Dua putusan MA tersebut menambah daftar empat kasus yang juga vonisnya dikuatkan oleh MA. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007