Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie di Jakarta, Jumat, mengatakan semua putusan MK selalu benar meskipun muncul berbagai opini terhadap putusan tersebut. "Sepanjang dalam praktik bernegara, putusan MK harus dikonstruksikan selalu benar," katanya dalam acara temu wicara MK dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Jimly mengatakan setiap pejabat negara sebenarnya tidak memiliki kapasitas untuk mengkritisi putusan MK, apalagi mengatasnamakan diri sebagai pejabat negara. Kritik terhadap putusan MK bisa dituangkan dalam jurnal ilmiah. Menurut Jimly, setiap warga negara diperbolehkan berkomentar dalam forum ilmiah tersebut. Selain itu, Jimly juga mengatakan persidangan di MK berciri khusus, yaitu merupakan peradilan tingkat pertama dan terakhir. Hal itu berbeda dari mekanisme persidangan di lembaga peradilan umum yang memiliki beberapa tingkatan dengan istitusi yang berlainan, yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Dengan tingkatan yang ada, menurut Jimly, seseorang atau pejabat publik dapat mengajukan keberatan karena yang bersangkutan beranggapan putusan tidak memuaskan. MK adalah satu institusi dengan peran sebagai lembaga peradilan tingkat pertama dan terakhir yang mengadili atau menguji Undang-undang (UU). Keberadaan MK sebagai lembaga peradilan tingkat pertama dan terakhir dengan putusan yang bersifat final dan mengikat tidak memberi kesempatan kepada warga untuk mengajukan keberatan pada lembaga peradilan lebih tinggi. Jimly mengatakan kontribusi warga negara yang bisa memengaruhi putusan MK dapat diberikan pada saat proses pengujian UU dilaksanakan. Pada saat itu, katanya, semua pihak dapat berargumen sesuai dengan keyakinan dan pemikirannya terkait dengan produk hukum yang sedang diuji. Para pihak, lanjut Jimly, juga berhak mengajukan ahli untuk mendukung dalil mereka. Terkait mekanisme kontrol terhadap MK, Jimly mengatakan pada dasarnya hakim konstitusi bisa diberhentikan jika telah melanggar kode etik. Pemberhentian itu diatur dalam UU nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, yaitu dengan membentuk mejelis kehormatan yang berwenang menangani pelanggaran kode etik oleh hakim konstitusi. MK adalah lembaga pengawal UUD 1945 yang memiliki kewenangan menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Sampai dengan April 2007, MK telah memutus perkara 100 pengujian UU terhadap UUD 1945, 252 perkara perselisihan hasil Pemilu 2004 yang diajukan oleh partai politik, 21 perkara perselisihan hasil Pemilu 2004 yang diajukan oleh DPD, dan empat perkara sengketa kewenangan lembaga negara.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007