Sumedang (ANTARA News) - Tim Evaluasi Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang dipimpin Ryaas Rasyid terus bekerja dengan cepat, bahkan pada Selasa pagi hingga sore, tim memanggil berbagai komponen IPDN untuk dimintai keterangan dan khusus untuk jajaran pimpinan IPDN, prosesnya dilakukan secara serentak. "Mereka memang tidak kami panggil satu per satu, tapi secara kolektif, sehingga bisa dikonfrontasi. Lagipula kalau satu-satu, terlalu panjang waktunya," kata Ryaas kepada pers di IPDN Jatinangor, Sumedang, Selasa. Tidak hanya memberi penjelasan kepada Ryaas Rasyid dan Rini Panganti yang berada di kelompok dua yang khusus mengkaji aspek manajemen dan organisasi, jajaran pimpinan IPDN juga harus memberi keterangan kepada dua kelompok lainnya di ruang terpisah. Tim evaluasi IPDN memang membagi kekuatan timnya menjadi tiga kelompok dengan fokus yang berbeda-beda. Kelompok pertama yang terdiri dari Supeno Djanali, Ratna Juwita Chairil, dan Mukhlis Hamdi khusus mengkaji pendidikan, pengajaran dan pelatihan. Kelompok kedua bertugas mengevaluasi manajemen dan organisasi IPDN langsung dipegang Ryaas Rasyid, Rini Panganti, dan Arif Rahman. Sedangkan, Seman Widjojo, Eko Budihardjo, dan Nasruddin masuk ke kelompok ketiga yang bertanggungjawab terhadap aspek kemahasiswaan. Hanya saja, dari tim evaluasi itu, ada dua anggotanya yang kebetulan berhalangan hadir. Mereka adalah Arif Rahman yang masih berada di Paris dan Supeno Djanali yang kebetulan baru saja berangkat ke Afrika Selatan. "Tapi, hari Sabtu atau Minggu ini, kami sudah bisa melakukan evaluasi dengan jumlah personel yang lengkap," kata Ryaas. Dalam pandangan Ryaas, suasana psikologis di IPDN sudah menjadi lebih terbuka. "Dibandingkan dengan dengar pendapat sehari sebelumnya yang terkesan masih penuh kesungkanan dan kecurigaan. Saya lihat hari ini mereka sudah lebih terbuka. Para Dekan dan Pembantu Rektor sudah berani bicara blak-blakan," ujarnya. Mantan Rektor IIP yang kini menjadi anggota Komisi II DPR itu menilai mayoritas komponen di IPDN mulai memiliki kesadaran yang sama untuk mempertahankan kampus pencetak calon birokrat itu. "Mereka harus paham bahwa mereka juga punya kepentingan. Kalau tetap tidak terbuka, berarti tidak ada perbaikan. Konsekuensinya, rusak semua (IPDN dibubarkan)," tegasnya. Dikatakannya, bila semua memberikan keterangan apa adanya dan ingin ada perubahan yang positif, pihaknya makin optimis IPDN akan berubah menjadi lebih baik. Menjawab pertanyaan wartawan mengenai temuan sementara tim evaluasi, Ryaas bersikeras untuk tidak membukanya terlebih dahulu kepada publik. Menurut Ryaas, tim evaluasi masih terus melacak dan mengidentifikasi berbagai permasalahan yang sudah akut yang terjadi di lingkungan IPDN. "Proses evaluasi akan masih berjalan. Kami juga harus meng-cross chek berulang-ulang. Jangan sampai rekomendasinya salah," katanya. Hanya saja dalam pandangan sementara Ryaas, salah satu pokok persoalan di IPDN memang terletak pada pola pengasuhan dan personal-personal pengasuh. "Komposisi yang tak berimbang dan kompetensi pengasuh yang kurang tepat mungkin telah menjadi sumber masalah," ujarnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007