Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan dua kesalahan berpikir sebagian besar kalangan dalam hal transformasi Indonesia adalah salah memahami arti reformasi dan menganggap globalisasi sebagai ancaman. Hal itu diungkapkan Presiden Yudhoyono, dalam orasi singkat pada Ulang Tahun Lemhanas ke-42, dan Reuni Akbar Ikatan Alumni Lemhanas (IKAL) ke-29, di Jakarta, Selasa malam. Hadir pada acara tersebut antara lain Gubernur Lemhanas Prof Muladi, Ketua IKAL Umum Agum Gumelar, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Ginanjar Kartasasmita, Wakil Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Dalam orasi berjudul "Tantangan Bangsa di Era Transformasi" itu, Presiden menjelaskan, transformasi skala besar di negara mana pun di dunia seperti di India, China dan Rusia selalu bersifat dinamis, dan akan terjadi pasang surut dengan segala tantangan. "Pemahaman reformasi sering dianggap sebagai perubahan secara total, padahal tidak demikian. Dalam reformasi harus dipikirkan juga hal-hal yang perlu dilestarikan seperti fundamental konstitusi sehingga kesinambungan kehidupan berbangsa dan bernegara," katanya. Dengan memamsuki perubahan global (global change), sering dianggap sebagai suatu ancaman sehingga suatu pihak cenderung bersikap defensif tanpa melihat peluang yang dapat dipetik. "Di satu sisi perlu sikap tegas melawan ancaman global, namun harus dengan seraya mengambil "opportunity"-nya antara lain dengan memanfaatkan sistem teknologi dan informasi yang terus berkembang," ujarnya. Ia mengutarakan, globalisasi tidak selalu membawa kejelakan, tetapi patut diambil perhitungan dengan mengalirkan hal-hal yang baik kepada negara. Presiden mencontohkan, negara-negara baru selalu mendikte Indonesia agar menjaga kelestarian alam dan lingkungan, namun di sisi lain terjadi hambatan-hambatan ekonomi dalam hal produk Indonesia memasuki pasar internasional. "Ini tidak "fair". Kita tentu ingin adanya "equal playing field" atau keseimbangan dimana negara barat jangan hanya memaksakan kehendaknya saja," ujar Presiden, yang disambut dengan tepuk tangan para peserta yang terdiri atas ratusan mahasiswa dan anggota IKAL. Menurut Presiden, reformasi transformasi sering terjadi gaduh. "Itu biasa, karena itu kita (Indonesia--red) sedang mencari dan membangun kembali tatanan baru sehingga terjadi keseimbangan tatatan negara," ujarnya. Lebih lanjut dijelaskan, jika transformasi tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka selanjutnya dibutuhkan lima cakupan atau jalan menuju Indonesia maju dan sejahtera, yaitu pertama, pembangunan nasional terpadu berdimensi kewilayahan, kedua, pembangunan berbasis pengembangan sumber daya alam (resource based) dan ilmu pengetahuan (knowledge based). Ketiga, pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada pemerataan, ke empat memperkokoh ketahanan dan kemandirian bangsa dalam kerjasama internasional yang konstruktif, dan ke lima mendorong peran dan konstribusi semua elemen dan warga bangsa. Pada kesempatan itu, Presiden Yudhoyono yang juga didampingi Ibu H. Ani Yudhoyono juga menyempatkan waktu menyaksikan video "Jejak Rekam Peristiwa Kenegaraan 1945 hingga Reformasi". Presiden juga menerima Buku "Pemikiran Strategis IKAL 2003-2006," hasil konvensi IKAL 10 yang diselenggarakan pada 7 April 2007.(*)

Pewarta: surya
Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007