Washington DC, Amerika Serikat, 4/11 (Antara) - Lembaga think-tank Dewan Hubungan Amerika-Islam (Council on American-Islamic Relations/CAIR) menyampaikan bahwa kemungkinan intimidasi terhadap warga Amerika Serikat dari kalangan minoritas, termasuk warga Muslim, yang akan menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan presiden AS harus dapat dicegah.

"Kami memang belum melihat ada kasusnya, mungkin terutama karena sekarang masih pemungutan suara awal (early vote). Namun, kami harus bersiap pada hari H pilpres, karena kami menduga - tidak hanya warga Muslim - tetapi juga warga minoritas lainnya akan mengalami hambatan. Dan hal ini harus dicegah," kata kata Corey Saylor, Direktur CAIR Departemen Urusan Pengawasan dan Pemberantasan Islamophobia, saat ditemui di Washington DC, Jumat.

Menurut Saylor, pihak CAIR melakukan beberapa langkah untuk mencegah warga Muslim AS dan warga dari kalangan minoritas lainnya gagal menggunakan hak pilihnya karena intimidasi dari pihak-pihak tertentu.

"Misalnya, kami (CAIR) bagian dari sebuah perkumpulan organisasi yang menyediakan pengacara untuk memastikan bahwa setiap orang yang datang ke tempat pemungutan suara dapat menggunakan hak pilihnya," ujar dia.

"Hal ini sangat penting dilakukan, karena seringkali ada pihak yang tidak bertanggung jawab mengatakan kepada warga minoritas bahwa mereka tidak boleh menggunakan hak pilihnya, maka mereka dapat menghubungi nomor yang kami sediakan untuk mendapat pertolongan," jelas Saylor.

Selain itu, kata dia, pemerintah AS juga sudah mulai menurunkan beberapa personil pengawas ke tempat-tempat pemungutan suara (TPS) untuk memastikan bahwa semua warga AS dapat datang ke TPS dan menggunakan hak pilihnya.

"Jadi, hal yang terpenting adalah semua orang tahu apa yang harus dilakukan bila mereka mengalami halangan dalam memakai hak pilihnya, dan mereka tidak pergi begitu saja," tutur dia.

Sebelumnya, para pejabat Partai Demokrat menuntut calon presiden dari Partai Republik Donald Trump di empat negara bagian AS, dalam upaya untuk menghentikan tindak pengawasan pemungutan suara yang mereka anggap dirancang untuk mengganggu pemilih dari kalangan minoritas dalam pemilu presiden.

Dalam tuntutan hukum yang diajukan di pengadilan federal di Pennsylvania, Nevada, Arizona dan Ohio, pejabat Demokrat berpendapat bahwa Trump dan para pejabat Partai Republik menyerukan suatu "kampanye main hakim sendiri untuk mengintimidasi pemilih".

Partai Demokrat menilai kampanye Trump telah melanggar Ketetapan Hak Pilih1965 dan Undang-Undang Hak Sipil 1871 yang ditujukan kepada Ku Klux Klan dan organisasi supremasi kulit putih lainnya.

"Trump telah berusaha untuk memasukkan tujuan kampanyenya untuk penindasan pemilih dengan menggunakan mikrofon paling keras di negara ini memohon pendukungnya untuk terlibat dalam intimidasi yang melanggar hukum," tulis Partai Demokrat dalam pengajuan tuntutan hukum di Ohio.

Sejak Agustus, Trump mendesak para pendukungnya untuk memantau lokasi pemungutan suara pada hari pemilihan untuk tanda-tanda kemungkinan penipuan suara.

Trump juga sering mendesak pendukungnya untuk mengawasi kota-kota, seperti Philadelphia dan St Louis, yang memiliki populasi minoritas yang tinggi.

Banyak negara bagian di AS memungkinkan tim kampanye dan partai-partai politik untuk memantau pemungutan suara, meskipun mereka sering dibatasi.

Di Pennsylvania, misalnya, pengawas pemungutan suara harus secara resmi disertifikasi oleh dewan pemilu lokal dan harus terdaftar sebagai pemilih di daerah di mana mereka mengawasi. Pihak Partai Republik di Pennsylvania telah menggugat untuk penghapusan pembatasan itu.

Selama pemungutan suara awal untuk pilpres AS berlangsung, kelompok pembela hak-hak sipil mengatakan mereka telah mendengar laporan tentang orang-orang yang menamakan diri sebagai pengawas pemungutan suara memotret para pemilih dan melakukan tindak intimidasi lainnya.

(T.Y012)

Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Unggul Tri Ratomo
COPYRIGHT © ANTARA 2016