Tokyo (ANTARA News) - Sekelompok ahli sejarah mengemukakan, telah mendapatkan tujuh dokumen resmi yang mengukuhkan terjadinya praktek kekerasan bala tentara Jepang, terhadap perempuan-perempuan yang dipaksa bekerja di rumah pelacuran (jugun ianfu) di seantero wilayah koloni Jepang semasa Perang Dunia II. Tujuh dokumen tersebut berasal dari pemerintah Belanda, Perancis, dan Cina yang disampaikan kepada Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Jauh, yang oleh publik Jepang dikenal dengan istilah Tokyo Trial, demikian laporan The Japan Times, Rabu. Tujuh dokumen tersebut mengadopsi bukti-bukti yang akhirnya menunjukkan kejahatan militer Jepang dibeberkan kepada sekitar seratus wartawan dalam dan luar negeri pada acara konperensi pers di Tokyo, Selasa (17/4) lalu. Ketujuh dokumen itu akan mempermalukan PM Shinzo Abe, yang sama seperti anggota konservatif lainnya selalu menolak keberadaan bukti-bukti yang menyebutkan bahwa tentara Jepang telah memaksa perempuan-perempuan bekerja di rumah pelacuran. Sebelumnya di tahun 1997, The Asahi Shimbun pernah memberitakan sedikitnya tiga dari tujuh dokumen itu. Sementara itu, belakangan banyak perempuan yang telah memberikan kesaksiannya ketika dipaksa menjadi budak seks oleh tentara Jepang. Profesor Hirofumi Hayashi, dalam jumpa pers itu meyebutkan alasan menggelar jumpa pers, karena ada kecenderungan untuk menolak bukti-bukti tersebut. "Ada kecenderungan yang semakin meningkat untuk melupakan hal itu," ujarnya. Sementara itu, pembicara lainnya, Profesor Yoshimi Yoshiaki, dari Chuo University mengatakan, pemerintah Jepang harus memberikan pesan yang jelas dan eksplisit, karena kalau tidak akan memberikan konsekuensi diplomatik. Hal itu mutlak dilakukan sebagai bentuk tanggungjawab terhadap hak asasi manusia, khususnya perempuan. "Pernyataan PM Abe telah melukai perasaan sesama perempuan dimanapun," kata Yoshimi Yoshiaki yang menilai Abe bersikap ambigu dan tidak jelas soal "jugun ianfu." Jugun ianfu adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada wanita penghibur atau dalam istilah bahasa Inggrisnya comfort women, yang terlibat dalam perbudakan seks selama Perang Dunia II di koloni Jepang. Jugun ianfu merupakan wanita yang dipaksa untuk menjadi pemuas kebutuhan seksual tentara Jepang yang ada di Indonesia dan juga di negara-negara jajahan Jepang lainnya pada kurun waktu tahun 1942-1945. Menurut riset oleh Dr. Hirofumi Hayashi, seorang profesor di Universitas Kanto Gakuin, jugun ianfu termasuk orang Jepang, Korea, Tiongkok, Malaya (Malaysia dan Singapura), Thailand, Filipina, Indonesia, Myanmar, Vietnam, India, Eurasia, Belanda, dan penduduk kepulauan Pasifik. Jumlah perkiraan dari jugun ianfu ini pada saat perang, berkisar antara 20.000 dan 30.000. Pengakuan dari beberapa jugun ianfu yang masih hidup jumlah ini sepertinya berada di batas atas dari angka di atas. Kebanyakan rumah bordilnya berada di pangkalan militer Jepang, namun dijalankan oleh penduduk setempat, bukan militer Jepang. Menurut riset Dr. Ikuhika Hata, seorang profesor di Universitas Nihon. Orang Jepang yang menjadi jugun ianfu ini sekitar 40 persen, Korea 20 persen, Tionghoa 10 persen, dan 30 persen sisanya dari kelompok lain.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007