New York (ANTARA News) - Beberapa jam sebelum pemungutan suara untuk Pemilu Amerika Serikat, Selasa 8 November ini, calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton memiliki peluang 90 persen mengalahkan kandidat dari Partai Republik Donald Trump, begitu hasil jajak pendapat Reuters/Ipsos States of the Nation Project.

Menurut jajak pendapat yang dirilis Senin waktu setempat itu, peluang Hillary hampir sama dengan hasil poling pekan lalu. Trump bisa membalikkan keadaan jika pemilih kulit putih, kulit hitam dan Hispanik di enam atau tujuh negara bagian tidak mendatangi TPS-TPS.

Hillary mengungguli Trump dengan 45 persen melawan 42 persen dalam total suara pemilih. Hllary juga diprediksi bakal memenangkan 303 suara elektoral pada Electoral College, sedangkan Trump hanya 235 suara elektoral. Dengan demikian, Hillary sudah jauh melewati syarat minimal 270 suara elektoral untuk bisa disebut pemenang Pemilu AS.

Trump kini tergantung kepada cara dia menarik pemilih Florida, Michigan, North Carolina dan Ohio yang Minggu waktu setempat lalu disebut terlalu sulit untuk disimpulkan telah dimenangkan salah satu kandidat (too close to call). Dia juga akan berharap pada Pennsylvania di mana Hillary unggul tipis tiga persen poin.

Agar menang, Trump harus merebut sebagian besar negara bagian-negara bagian dengan suara mengambang itu.

Jika Trump kalah di Florida, Michigan dan Pennsylvania secara bersamaan maka Hillary yang akan menang Pemilu.

Pada saat bersamaan, Trump harus kuat mencengkeram negara bagian yang secara tradisional memilih Republik, Arizona, yang kini sulit diprediksi siapa pemenangnya, sambil berharap kandidat independen Evan McMullin tak merebut benteng Republik lainnya, Utah.

Untuk menang, Trump akan mengharapkan pemilih kulit putih ramai-ramai mendatangi bilik suara yang kebalikan terjadi pada Pemilu 2012 ketika justru pemilih kulit hitam dan Hipanik yang meningkat lebih banyak.

North Carolina, salah satu negara bagian yang akan paling awal mengumumkan hasil pemungutan suara 8 November Selasa malam waktu setempat atau Rabu pagi WIB esok, mungkin akan menjadi petunjuk awal mengenai hasil keseluruhan Pemilu.

Jika Hillary memenangkan negara bagian ini, maka kemungkinan besar terjadi karena warga kulit hitam berbondong-bondong mendatangi bilik suara seperti terjadi pada Pemilu 2012 ketika Presiden Barack Obama mengalahkan calon presiden dari Republik Mitt Romney dengan marjin empat poin secara nasional. Romney merebut North Carolina dengan selisih tipis dua poin.

Jajak pendapat Reuters/Ipsos ini mendapati fakta bahwa pemilih dini memberikan suara yang berimbang antara Trump dan Hillary di North Carolina. Dari pemilih dini di negara bagian ini, Trump unggul tipis satu poin, yakni 47 persen melawan 46 persen yang dicapai Hillary.  Di negara bagian ini 70 persen pemilih kulit putih memilih Trump, sedangkan 85 persen pemilih kulit hitam memilih Hillary.

Florida yang memiliki jatah 29 suara elektoral, sangat penting artinya bagi Trump. Jika Hillary yang memenangkan Florida, maka Hillary hanya perlu memenangkan satu dari tiga negara bagian suara mengambang berikut; Ohio, Michigan dan Pennsylvania, sedangkan Trump harus memenangkan semua ketiga negara bagian itu. Jika Trump yang memenangkan Florida, Trump tetap diharuskan memenangkan baik Ohio maupun Michigan sambil berharap mendapatkan Pennsylvania.

Menurut jajak pendapat itu, Clinton unggul di Florida dengan 48 persen melawan 47 persen. Hillary unggul 70 persen di antara pemilih kulit hitam di negara bagian ini, dan unggul 20 persen di antara pemilih Hispanik. Sebaliknya Trump unggul 30 poin persen di kalangan pemilih kulit putih. Keberhasilan Hillary di Florida sangat tergantung kepada membludaknya suara pemilih kulit hitam. Tanpa ini, kendati warga Hispanik banyak mendukungnya, Hillary tak akan bisa menang.

Michigan dan Ohio juga disebut too close to call. Namun Hillary unggul di Pennsylvania. Tetapi jika pemilih kulit putih berbondong-bondong ke bilik suara dan saat bersamaan pemilih kulit hitam berkurang maka Ohio dan Michigan akan menjadi milik Trump, sekaligus membuat Pennsylvania ada dalam jangkauannya.

Jika Trump merebut negara bagian-negara bagian masa mengambang di sebelah timur, maka perhatian akan beralih ke Arizona. Di sini, Trump mengungguli Hillary dengan lima poin. Namun di negara bagian ini ada kemungkinan warga Hispanik berbalik banyak mendatangi TPS dan ini akan menguntungkan Hillary.

Andai pun Trump unggul di Arizona, dia harus bisa memastikan menang di Utah di mana calon independen McMullin manyainginya dengan ketat.

Jajak pendapat menunjukkan Trump unggul lima poin atau lebih di Utah. Jika McMullin membuat kejutan, maka baik Trump maupun Hillary akan kesulitan mencapai 270 suara Electoral College yang dibutuhkan untuk memenangkan Pemilu.

Jika hal ini terjadi, maka hasil Pemilu akan ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang didominasi Republik di mana para wakil rakyat akan menentukan pilihan apakah Trump, Clinton atau McMullin. McMullin adalah asli Utah dan bekas agen CIA.

Survei Reuters/Ipsos bertajuk "The States of the Nation Project" ini adalah jajak pendapat terhadap sekitar 15.000 orang setiap minggu di semua 50 negara bagian plus Washington D.C.

Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2016