Medan (ANTARA News) - Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris mengatakan bahwa dalam beberapa aspek, Indonesia sudah membuat banyak kemajuan dalam penanggulangan terorisme.

Namun, perkembangan dan tantangan teroris selalu berubah dan terkait dengan jaringan internasional, kata Irfan pada Seminar Nasional Forum Koordinasi Dan Sinkronisasi Desk Pemantapan Wawasan Kebangsaan di Universitas Negeri Medan (Unimed),Selasa.

Menurut dia, tantangan terkini yang dihadapi oleh Indonesia dalam menghadapi terorisme semakin kompleks. Lahirnya ISIS juga memberikan pengaruh besar terhadap dinamika kelompok radikalisme terorisme dalam negeri.

Penyebaran ISIS di Indonesia cukup masif karena beberapa kelompok radikal yang berpengaruh telah menyatakan diri bergabung dengan gerakan Oman Abdurrahman dan Santoso, ujar Irfan.

Ia menyebutkan beberapa kelompok radikal lama juga banyak mendeklarasikan diri mendukung ISIS seperti Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Jamaah Ansharut Tauhid, Jamaah Islamiyah, dan masih banyak yang lain dalam bentuk nama berubah-ubah.

Dari gerakan tersebut, banyak ditemukan para pejuang asing yang telah bergabung ke ISIS, katanya.

Bahkan, untuk pejuang dari Indonesia pada Oktober 2014, dibentuk Negara Islam Melayu "Katibah Liddaulah" di Suriah oleh Bachrumsyah dan Abu Jandal yang menampung warga Indonesia dan Malaysia mencapai 100 orang, ucapnya.

Irfan mengatakan dalam dinamika kelompok teror yang cukup kompleks, dan setidaknya ada beberapa tantangan yang sedang dihadapi oleh Indonesia saat ini.

Masih beroperasinya jaringan teror di Poso yang dipimpin oleh Santoso. Walaupun Santoso dan Basri telah berhasil ditumpas oleh Satgas Tinombala, tetapi kelompok MIT ini masih menjadi tantangan serius bagi Indonesia.

Kemudian, masih berkembangnya ideologi radikal melalui narasi-narasi kebencian, penghasutan, dan provokasi di tengah masyarakat.

Berkembangnya jaringan ISIS di tingkat global dengan pendukung di tingat lokal Indonesia yang dibuktikan banyaknya WNI memilih bergabung ke Suriah atau memilih beraksi di dalam negeri seperti kejadian Bom Thamrin dan Mapolresta Solo, katanya.

"Berkembangnya pemanfaatan IT khususnya jaringan internet oleh jaringan teroris sebagai alat propaganda, rekrutmen, pelatihan dan aktifitas teror lainnya," katanya.

Pewarta: Munawar Madailing
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2016