Sidoarjo (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum meminta majelis hakim menolak semua eksepsi yang diajukan terdakwa Dahlan Iskan dan kuasa hukumnya dalam kasus dugaan korupsi di PT Panca Wira Usaha (PWU) Jawa Timur.

"Setelah melihat dan mempelajari eksepsi yang diajukan terdakwa dan penasihat hukumnya, kami menolak semua yang menjadi nota keberatan terdakwa. Dan meminta majelis hakim untuk melanjutkan sidang di pengadilan tindak pidana korupsi," kata Jaksa Penuntut Umum Rhein Singal di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa.

Jaksa menyatakan menolak keberatan Dahlan lantaran sudah masuk dalam pokok materi perkara.

Sedangkan menanggapi keberatan penasihat hukum terdakwa, jaksa menyatakan bahwa PT PWU adalah Badan Usaha Milik Daerah karenanya dapat dihitung hasil dan kerugian negaranya.

"Sehingga dalam hal ini, Pengadilan Tipikor tetap berwenang memeriksa dan mengadili terdakwa," katanya.

Menanggapi eksepsi yang menilai penyusunan dakwaan dilakukan dengan tergesa-gesa, jaksa menyatakan yakin dakwaan sudah disusun secara detail, jelas dan cermat.

Terdakwa Dahlan Iskan sempat menyatakan ingin menanggapi jaksa, namun hakim menolak karena sudah tidak ada waktu untuk memberikan tanggapan bagi terdakwa.

Majelis hakim akan menyampaikan putusan sela pada Jumat, 30 Desember.

"Karena membutuhkan waktu, sidang selanjutnya ditunda pada Jumat 30 Desember mendatang," kata hakim M Tahsin.

Dahlan Iskan ditetapkan tersangka kasus korupsi terkait pelepasan aset PT PWU berdasarkan surat perintah penyidikan bernomor tertanggal 27 Oktober 2016.

Dia diduga melakukan pelanggaran dalam penjualan aset PT PWU di Kediri dan Tulungagung tahun 2003.

Waktu itu, Dahlan menjabat sebagai Direktur Utama PT PWU dua periode, dari tahun 2000 sampai 2010.

Sebelum Dahlan, penyidik sudah menetapkan mantan Kepala Biro Aset PT PWU, Wishnu Wardhana sebagai tersangka.

Dalam perkara ini, Dahlan sudah menjadi tahanan kota. Sementara Wishnu Wardhana mendekam di Rutan Medaeng.

Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2016