Jakarta (ANTARA News) - Tingkat penyelesaian kerugian negara atas kekurangan perbendaharaan sebagai akibat kesalahan, kelalaian bendahara di Pusat, daerah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada semester II tahun 2006 masih sangat rendah. "Hal ini terlihat dari proses (pengadministrasian) pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendaharaan sebanyak 378 kasus yang baru diselesaikan hanya 18 kasus," kata Inspektur Utama Pengawasan Intern dan Khusus Badan Pemeriksa keuangan (BPK), Hendar Ristriawan, di Jakarta, Kamis. Ia mengemukakan hal itu dalam workshop Hasil Pemeriksaan Semester (Hapsem) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) sebagai sarana perbaikan pengelolaan Keuangan Negara yang transparan dan bertanggung jawab. Menurut dia, dari 378 kasus yang ditemukan itu sekitar 149 kasus terjadi di lingkungan Pemerintah Pusat, 165 kasus di Pemerintah Daerah dan 64 kasus lagi di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seumlah 378 kasus kerugian negara/daerah atas tanggung jawab bendahara senilai Rp137,469 miliar dan 960,09 ribu dolar AS, namun yang baru dapat diselesaikan hanya Rp873,81juta dari 18 kasus, katanya. Ia mengatakan, rendahnya tingkat penyelesaian kerugian negara/daerah atas tanggung jawab pihak ketiga karena belum ada upaya sungguh-sungguh dari pemerintah. Oleh karena itu, BPK mengharapkan pemerintah seperti para menteri/ketua lembaga negara/pimpinan instansi/kepala daerah/ direksi atau komisaris perusahaan perusahaan negara/daerah untuk menyelesaikan kasus kerugian negara/daerah secara lebih tegas sesuai dengan peraturan perundang-udangan, katanya. Menurut dia, pengenaan ganti kerugian terhadap pegawai negeri bukan bendahara dilingkungan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan BUMN sebanyak 3.306 kasus senilai Rp395,050,34 miliar dan baru dapat diselesaika senilai Rp5.429,92 miliar. Sedangkan, kerugian negara akiba kesalahan dan kelalaian pihak ketiga di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan BUMN sebanyak 2.092 kasus dengan nklai Rp9,498 triliun dan baru diselesaikan senilai Rp1,825 triliun. Kerugian negara itu terjadi, lanjutnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang harus diselesaikan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Karena itu keharusan untuk menyelesaikan kerugian negara ditujukan ke bendahara, pegawai Negeri bukan bendahara, atau pejabat lain termasuk pihak ketiga yang karena perbuatan melanggar hukum atau melalaikan kewajiban. Selain itu setiap kementerian/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah untuk segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa dalam kementerian negara/lembaga/kesatuan perangkat daerah yang bersangkutan terjadi kerugian negara akibat perbuatan dari pihak manapun, demikian Hendar Ristriawan. Sementara itu, anggota BPK, Baharudin Aritonang, mengatakan bahwa kondisi ini akibat peran dan fungsi BPK masih belum berjalan sepenuhnya. Pemerintah harus mendukung dan mendorong BPK agar dapat melaksanakan fungsinya dengan sebaik-baiknya, katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007