Jakarta (ANTARA News) - Imlek harus menjadi momentum untuk merekatkan kerukunan umat beragama, bukan malah merusak yang sudah baik, kata tokoh kebangsaan Lily Wahid.

"Dengan dinamika bangsa yang terjadi akhir-akhir ini, semua harus berjiwa lapang dan bisa menerima perbedaan yang ada. Itulah Indonesia," kata Lily di Jakarta, Kamis.

Ia menambahkan, masalah kebinekaan tidak perlu diributkan lagi karena sejak merdeka bangsa Indonesia sudah terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama, dan lain-lain.

Begitu juga dengan Imlek yang menurutnya sudah seharusnya bangsa Indonesia juga menghormati saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang merayakan.

"Dulu di zaman orde baru, Imlek tidak boleh. Tapi di era Gus Dur, Imlek boleh dijalankan. Menurut saya itu lebih riil dalam mewujudkan kebinekaan di Indonesia. Tentu itu harus didukung seluruh unsur bangsa tanpa terkecuali," tutur putri Pahlawan Kemerdekaan KH Wahid Hasyim ini.

Ia menilai bila ada unsur masyarakat Indonesia yang masih mempermasalahkan Imlek dan kebinekaan Indonesia maka itu merupakan langkah mundur dan buang-buang waktu. Menurut dia, sekarang ini tugas bangsa Indonesia adalah mengisi kemerdekaan yang belum tercapai, yaitu memakmurkan rakyat.

"Masalah kebinekaan dan beda agama itu sudah lama selesai. Kita jangan mundur lagi mengurusi hal-hal seperti itu. Tugas kita sama-sama mengingatkan tujuan kita bernegara, yaitu memakmurkan rakyat, bukan membuat rakyat malah bingung dan terganggu," kata mantan anggota DPR RI dari PKB ini.

Apa yang terjadi akhir-akhir ini, kata Lily Wahid adalah suatu kondisi pemutarbalikan fakta. Karena itu, ia mengajak seluruh pihak untuk menggunakan kepala dingin menyikapi dinamika yang terjadi menjelang Pilkada serentak, khususnya menyangkut kasus penistaan agama yang dilakukan cagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Menurutnya, kasus itu sebenarnya sederhana, yaitu umat ingin Ahok diadili, tapi belakangan yang timbul justru fitnah antikebinekaan.

"Hal-hal seperti itu tidak usah diributin lagi karena sudah menjadi bagian dari kehidupan berbangsa kita dengan Bhinneka Tunggal Ika. Saya justru khawatir dengan ditimbulkannya anti-Islam karena kondisi itu membuat yang radikal merasa punya celah untuk bergerak," katanya.

Ia juga meminta agar semua pihak lebih bisa menerima keadaan dengan lebih sadar, lebih jernih, dan berupaya mencapai cita-cita kemerdekaan, yaitu menyejahterakan rakyat dengan sungguh-sungguh.

"Bahwa pemerintah menaikkan pajak dan tarif listrik, kita tidak usah marah. Tugas kita bagaimana harus membantu agar pemerintah bisa mengatasi semua itu dan bisa memberikan kehidupan yang layak bagi rakyat," kata adik kandung Gus Dur itu.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2017