Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden HM Jusuf Kalla meminta agar masjid di lingkungan Kementerian dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dikelola pejabat yang memadai untuk mencegah radikalisasi.

"Inilah yang kita minta karena banyak masjid di kantor pemerintah itu pengelolanya biasanya pegawai-pegawai di tingkat bawah sehingga dia sengaja atau tidak sengaja ya mengundang penceramah yang dia kenal, yang keras-keras," kata JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat.

Pernyataan tersebut disampaikan Wapres untuk menanggapi penyebaran aliran radikal di masjid lingkungan Kementerian dan BUMN yang telah menimpa seorang mantan pegawai negeri sipil Kementerian Keuangan dan keluarganya.

Pada 24 Januari 2017, mantan PNS Kemenkeu tersebut bersama istri dan tiga anaknya tiba di Bandara Ngurah Rai Bali setelah dideportasi pemerintah Turki karena tertangkap saat akan menyeberang ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok teroris ISIS.

"Hal yang paling sulit itu Anda bisa periksa dokumen orang, tapi tidak bisa periksa pikiran orang, saya bisa lihat Anda punya KTP, tapi cek pikiran bagaimana caranya?" kata JK.

"Sama juga pemerintah bisa cek KTP atau prestasinya pegawai, tapi pikirannya tidak bisa buka, ya terserah masing-masing, tapi nanti risikonya kan ada," lanjut dia.

Oleh karena itu, Wapres menegaskan pentingnya kementerian dan BUMN untuk menunjuk pengelola masjid yang benar-benar memahami ajaran Islam yang cinta damai dan menyebarkan rahmat bagi semesta.

Terkait kerja sama dengan instansi lain, seperti Kementerian Agama, untuk mencegah radikalisasi di lingkungan kementerian dan BUMN, Wapres mengatakan hal itu masih sulit dilakukan.

"Itu susah sekali, tapi DMI saat ini sedang membuat aplikasi untuk menghubungkan masjid dengan para ulama atau ustadz yang katakanlah terdaftar," kata dia.

Dewan Masjid Indonesia (DMI) telah meluncurkan pengembangan aplikasi "pencari ustadz" tersebut pada Mei 2016 lalu.

Pewarta: Azizah Fitriyanti
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2017