Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mensinyalir proses pengadaan barang dan jasa publik menjadi lahan subur penyelewengan barang dan jasa. Menurut Deputi BPKP bidang investigasi Suradji di Jakarta, Senin, sekitar 60-70 persen kasus berindikasi korupsi yang ditemukan pada pengelolaan keuangan negara, baik di tingkat departemen, kementaerian/lembaga (K/L), maupun di pemerintahan daerah sejak 2002-30 April 2007. "Dari pengadaan barang dan jasa, modus yang paling sering terjadi adalah penunjukkan langsung pihak tertentu tanpa tender, penggelembungan nilai proyek, volume pekerjaan yang dikurangi, keluarnya berita acara selesai meski realisasinya belum selesai, pajak yang belum dipungut, dan barang yang tidak sesuai spesifikasi," kata Suradji. Dia menjelaskan pada periode 2002 - 30 April 2007 pihaknya telah melaporkan 253 laporan hasil audit investigatif ke Kejaksaan dengan kerugian negara Rp500,508 miliar, 14 juta dolar AS dan 0,245 juta franc Perancis. Sedangkan kasus berindikasi korupsi yang dilaporkan ke Kepolisian mencapai 228 laporan dengan kerugian keuangan negara Rp478,925 miliar dan 7,975 juta dolar AS, serta ke KPK sebanyak 84 laporan dengan kerugian keuangan negara Rp713,953 miliar dan 6,884 juta dolar AS. Sementara itu, dia juga mengatakan pada periode yang sama, BPKP telah melimpahkan 536 laporan hasil perhitungan kerugian negara (PKN) atas kasus berindikasi TPK ke Kejaksaan dengan kerugian negara mencapai Rp3,587 triliun, 967,850 juta dolar AS. Sedangkan, laporan ke Kepolisian mencapai 574 laporan dengan dengan kerugian negara sebesar Rp3,984 triliun dan 98,983 juta dolar AS. Dan laporan ke KPK mencapai 17 laporan dengan kerugian negara sebesar Rp592,963 miliar dan 5,328 juta ringgit Malaysia.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007