Ambon (ANTARA News) - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Anwar Nasution, kembali menegaskan bahwa lembaga yang dipimpinnya bukan intelijen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan Agung (Kejagung). "BPK berbeda dengan KPK. Kita bukan interlijennya KPK. BPK pun tidak bertugas untuk pemberantasan korupsi," ujar Nasution, kepada pers seusai peresmian kantor perwakilan BPK-RI di Maluku, di Ambon, Senin. Tugas BPK, katanya, melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan daerah, di mana hasilnya akan dikeluarkan rekomendasi untuk perbaikan dan penyempurnaan hal-hal yang semestinya diperbaiki oleh daerah. Hasil pemeriksaan BPK itu pun diserahkan kepada DPR-RI atau DPRD di masing-masing daerah selaku kuasa pemegang hak budget. "Hasil temuan BPK yang bersifat dugaan penyimpangan yang merugikan keuangan negara maupun daerah bisa ditindaklanjuti dan diserahkan kepada aparat penegak hukum termasuk polisi, kejaksaan maupun KPK untuk ditelusuri dan dilakukan penyelidikan," ujarnya. Nasution pun menegaskan, lembaga yang dipimpinnya juga secara transparan menyampaikan dan menyiarkan hasil audit dan pemeriksaan yang dilakukan melalui laman (situs Internet) BPK, kecuali surat khusus kepada aparat penegak hukum yang tidak disiarkan, sehingga bisa diakses masyarakat secara luas. Kendati demikian, dia mengakui, seharusnya pemerintah dibentuk lembaga khusus yang bertugas menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK seperti yang diterapkan di negara lain seperti Australia, sehingga penanganannya optimal. Anwar Nasution pun menegaskan bahwa kantor yang dipimpinnya merupakan satu-satunya lembaga yang transparan, karena laporan keuangannya langsung diperiksa oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dan hasil kerjanya dipertanggungjawabkan langsung kepada rakyat. Begitu pun mutu pekerjaannya direview oleh BPK negara-negara lain untuk dicontohi, di samping BPK pun mempunyai Majelis Kehormatan Kode Etik yang anggotanya diluar BPK, yakni praktisi dan politisi, di mana pengawasannya dilakukan dari Ketua BPK hingga yang berpangkat rendahan yakni tukang sapu. "Semua pegawai BPK yang akan melakukan pemeriksaan atau klarifikasi harus dilakukan di kantor dan perwakilan BPK atau di instansi yang diperiksa dan bukan ditempat lainnya," katanya. Ia menambahkan, boleh saja petugas BPK menerima plakat atau hadiah lainnya yang nilainya tidak lebih dari Rp200.000. "Yang kita periksa mulai dari kopral hingga jenderal bintang lima. Jadi, bukan bupati atau walikota saja. Baik dan buruknya akan dicatat secara adil, tidak ada yang ditambahkan atau dikurangi, sedangkan masalah yang ditemui itu menjadi urusan Tuhan atau pimpinan tertinggi," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007