Jakarta (ANTARA News) - Putusan perkara yang disidangkan secara "in absentia" (tanpa kehadiran terdakwa) di Indonesia dapat dijadikan dasar ekstradisi bagi terpidana yang buron dan bersembunyi di Singapura. "Itu diatur dalam perjanjian. Putusan sidang in absentia diakui. Selama yang bersangkutan telah diberikan kesempatan untuk diadili, tapi dia menghindar. Itu sudah termasuk," kata Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu. Sejumlah terpidana kasus korupsi di Indonesia yang melarikan diri dan diduga berada di Singapura itu diadili melalui persidangan in absentia. Hal itu sempat menimbulkan kekhawatiran terkait perbedaan persepsi dan penerapan sistem hukum Indonesia (Eropa Kontinental) dan Singapura (Anglo Saxon) yang dinilai dapat mengganggu kelancaran proses ekstradisi. Perbedaan unsur-unsur dalam tindak pidana korupsi dalam sistem hukum kedua negara, menurut Jaksa Agung, tidak menjadi masalah karena RI-Singapura sepakat pada tindak pidana yang sama penyebutannya. "Itu sudah disepakati tindak pidana yang sama penyebutannya, misalnya korupsi, tidak peduli unsurnya selama itu korupsi ya diproses," kata pria yang akrab disapa Arman itu. Lebih lanjut Jaksa Agung mengatakan, perjanjian ekstradisi RI-Singapura yang ditandatangani di Istana Tampak Siring, Bali pada 27 April lalu itu masih harus melalui proses ratifikasi oleh parlemen dua negara tersebut. Ia menjelaskan, dalam perjanjian itu disepakati 31 jenis tindak pidana yang disepakati di antaranya pembunuhan, kejahatan terhadap wanita, perdagangan manusia, pemalsuan uang, kejahatan perbankan, pencucian uang, dan terutama tindak pidana korupsi. Menurut Abdul Rahman Saleh, 31 jenis tindak pidana korupsi yang telah disepakati itu bersifat terbuka terbatas yang artinya tidak tertutup terhadap tindak kejahatan yang baru, namun disyaratkan ekstradisi itu diberlakukan bagi tindak pidana yang hukuman minimalnya dua tahun penjara. Kejaksaan Agung, kata dia, sedang menyusun daftar koruptor buron yang jumlahnya antara 10-15 orang. Ia menjelaskan, pihaknya belum dapat memastikan siapa saja buronan yang masih berada di Singapura, juga aset-aset koruptor yang diparkir di Negeri Singa itu karena kemungkinan orang-orang itu telah migrasi ke tempat lain membawa asetnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007