Kyoto (ANTARA News) - Perluasan kerjasama keuangan dari bilateral menjadi multilateral bagi ASEAN termasuk negara mitra organisasi tersebut yakni Jepang, China dan Korsel, atau dikenal dengan sebutan ASEAN+3, membutuhkan komitmen yang kuat dan kerelaan untuk "diintervensi" agar dapat berjalan efektif dan efisien Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani mengemukakan hal itu di Kyoto, Jumat, sebelum tampil sebagai salah satu pembicara dalam seminar mengenai kerjasama regional se-Asia dengan tema "sepuluh tahun sesudah krisis". Seminar yang berlangsung dalam pertemuan tahunan Asian Development Bank (ADB) ke-40 itu juga menampilkan pembicara lainnya, yaitu Toyoo Gyohten, President of institution for International monetary affair (Jepang), Nouriel Roubini, profesor dari Uiversitas New York, dan Yongding Su, ekonom dari Cina. Dalam perundingan tingkat pejabat senior ASEAN+3 diusulkan agar kerjasama finansial di sepuluh negara itu diperluas ke tingkat multilateral dan dilanjutkan pembahasannya di tingkat menteri keuangan yang akan berlangsung Sabtu (5/5). Fokus kerjasama ASEAN+3 adalah upaya untuk mengatasi krisis dan membangun sistem keuangan yang terintegrasi di kawasan Asia. "Selain komitmen yang kuat, perlu juga biaya yang besar agar bisa mmebantu deengan cepat negara yang terkena krisis," ujar anggota dewan gubernur ADB itu. Ia menambahkan, agar bisa berjalan efektif, setiap negara mutlak untuk menerima kerjasama multilateral tersebut. Dengan kata lain bisa menerima konsukensi yang harus dijalaninya, seperti kerelaan untuk diawasi kebijakan ekonominya, serta membayar kontribusinya. "Kerelaan diintervensi itu, menjadikan kebijakan ekonomi setiap negara bisa diawasi dan dimonitor, sehingga bisa mendeteksi ancaman krisis yang akan menimpa suatu negera," ujar mantan direktur eksekutif IMF tersebut. Ia menjelaskan bahwa ADB memiliki mekanisme untuk melakukan pengawasan dan monitor terhadap anggotanya, seperti yang tertuang dalam pasal 4 dari AD/ART-nya, setiap tahun. "Itu juga yang membuat apakah kerjasama multiratelal bisa diterima atau tidak dalam tingkat menteri nanti, karena membutuhkan diskusi yang mendetail. Bahkan jika perlu ditindaklanjuti di tingat pejabat senior. Yang terpenting adalah menyatukan cara pandang dari masing-masing anggotanya," kata Sri Mulyani. Ia kemudian menyebutkan bahwa pertahanan yang baik dalam menahan guncangan krisis keuangan adalah dengan menerapkan kebijakan ekonomi yang kuat termasuk fundamental ekonominya. "Artinya negara itu hanya mengalami distorsi yang kecil, sedang di lain pihak punya cadangan yang besar untuk atasi krisis," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007