Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Timor Timur (kini Timor Leste) Irjen Pol Timbul Silaen membantah tuduhan bahwa dia memerintah aksi bumi hangus pada Juli 1999, sebelum penentuan pendapat di daerah itu. "Tidak ada itu perintah bumi hangus," katanya dalam dengar pendapat ketiga Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) RI-Timor Leste di Jakarta, Sabtu. Ia mengatakan, tidak ada sama sekali kebijakan pemerintah RI untuk melakukan pembumihangusan terhadap Timor-Timur apalagi saat itu belum ada penentuan pendapat. "Yang ada waktu itu, adalah opsi untuk otonomi khusus," kata Timbul. Selain itu, jika ada pembumihangusan untuk apa pemerintah RI menandatangani keputusan tripartit antara RI-Portugal dan PBB pada 5 Mei 1999 yang menetapkan keamanan di Timtim sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah RI termasuk Polda Timtim yang dipimpinnya. "Kalaupun ada bakar-bakaran skalanya kecil, mengingat situasi Timtim yang tidak kondusif. Bagaimana warga mau membakar rumahnya sendiri, untuk menyelamatkan diri saja sudah sulit," kata Timbul. Jadi, tambahnya, tidak ada perintah pembumihangusan secara sistematis apalagi jajak pendapat belum dilaksanakan. Tentang operasi Hanoin Lorosae 2, Timbul mengatakan, operasi tersebut dilaksanakan untuk mengamankan pengungsi yang semakin bertambah dan tak terkendali menjelang pengumuman hasil jajak pendapat pada September 1999. "Operasi tersebut bukan dimaksudkan untuk memindahkan secara paksa penduduk yang memilih untuk tetap bergabung dengan Indonesia ke wilayah Timor Barat," katanya. Timbul mengungkapkan, menjelang pengumuman hasil jajak pendapat pada 4 September 1999, banyak penduduk yang mulai berkemas-kemas meninggalkan Timtim karena situasi keamanan yang relatif tidak kondusif. "Mereka dalam jumlah banyak, meminta kepada saya untuk bisa mengungsi ke tempat yang aman bahkan mulai tanggal 1 September 1999, mereka sudah berbondong-bondong meninggalkan Timtim. Jadi, tidak benar, kalau operasi itu bertujuan memindahkan penduduk. Operasi semata-mata dimaksudkan untuk mengamankan pengungsi sesuai dengan amanat dan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam kesepakatan tripatrit," katanya. Berdasar ringkasan eksekutif laporan penyelidikan pelanggaran HAM di Timtim KKP-HAM, aksi pembumihangusan dilakukan sebelum dan setelah hasil jajak pendapat diumumkan terhadap rumah-rumah penduduk, kantor pemerintah dan bangunan lainnya. Sebelum jajak pendapat, pembumihangusan dilakukan terutama terhadap rumah-rumah penduduk yang diduga pro-kemerdekaan. Aksi ini meningkat dalam intensitas dan skala penyebarannya setelah hasil jajak pendapat diumumkan sehingga mencakup perusakan bangunan dan harta benda lainnya di hampir seluruh wilayah Timor Timur. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007