Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Pertahanan/Panglima ABRI (Menhankam/Pangab) Jenderal (Purn) Wiranto menegaskan tidak pernah ada tindak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Timor-Timur (kini Timor Leste) baik sebelum maupun sesudah jajak pendapat 1999. "Berbagai tindak kekerasan yang terjadi merupakan warisan dari konflik berkepanjangan selama 23 tahun antara kelompok pro- kemerdekaan dan pro-integrasi," kata Wiranto dalam dengar pendapat ketiga Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) RI-Timor Leste di Jakarta, Sabtu. Ia mengungkapkan, dengan konflik horizontal berkepanjangan tersebut, pihak manapun, termasuk aparat keamanan, dihadapkan pada posisi sulit karena harus bisa berada di kedua pihak tanpa memihak. "Apalagi menjelang jajak pendapat, aparat keamanan diberi waktu tiga bulan guna dapat mendamaikan kedua pihak yang telah lama bertikai untuk berdamai. Dan itu berhasil dilakukan," kata Wiranto. Dengan berbagai upaya, akhirnya seluruh proses jajak pendapat hingga pengumuman penentuan pendapat pada 4 September 1999 berjalan dengan sukses. "Apa yang kita upayakan bagi penyelesaian terbaik Timtim, semua berjalan baik dan sukses terbukti dengan berjalannya jajak pendapat dan adanya pihak yang menang dan kalah. Kalau setelah itu ada kekacauan, bukan berarti itu direncanakan, dirancang. Itu ekses dari konflik berkepanjangan di Timtim antara dua pihak," tutur Wiranto. Bukti lain bahwa kekerasan di Timtim adalah warisan dari konflik berkepanjangan selama 23 tahun antara kubu pro-integrasi dan pro-kemerdekaan adalah masih adanya tindak kekerasan di Dili, meski negara itu sudah merdeka. "Persoalan Timtim, bukan semata dipicu oleh kejadian sesaat pada masa kini tetapi saling terkait dengan masa lalu sejak menjadi koloni Portugis, bergabung dengan Indonesia dan akhirnya lepas dari NKRI," ujarnya. Pola kerusuhan yang terjadi pada 2006 dan awal 2007 di ibukota negeri itu, Dili, lanjut mantan Menkopolkam itu, sama dengan aksi kerusuhan yang terjadi pada 1999. "Jadi, tidak ada pelanggaran HAM berat, yang ada hanyalah aksi kekerasan, kejahatan kriminal antar-dua kelompok yang telah lama bertikai, yang terjadi secara timbal balik," tegas Wiranto. Ditambahkannya, jika ada aparat keamanan termasuk TNI terlibat dalam kejahatan, itu bukan berarti kebijakan institusi. "Itu merupakan tindakan oknum yang terlepas dari kebijakan politik negara terhadap Timtim, dan itu tidak bisa digolongkan sebagai pelanggaran HAM berat," kata Wiranto. Dalam paparannya selama satu setengah jam tersebut, mantan orang nomor satu di militer itu juga menekankan, berbagai kecurangan yang diduga terjadi dalam jajak pendapat yang tidak diungkap secara terbuka memicu kecurigaan dan perselisihan sengit antara dua pihak yang telah lama bertikai.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007