Palangka Raya (ANTARA News) - Negara Indonesia sampai saat ini masih dikenal sebagai negara dengan tingkat korupsi tinggi, meski sistem pengawasan keuangannya juga terkenal paling rumit di dunia. "Dalam hal pengawasan Indonesia paling rumit di dunia, pengawasnya berlapis-lapis. Selain jadi pengawas juga jadi pemeriksa pula," kata Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Baharrudin Aritonang, dalam acara Sosialisasi UU No.15 Tahun 2006 tentang BPK, di Palangka Raya, Sabtu. Selain BPK, menurutnya, sejumlah lembaga pengawas plus pemeriksa yang menambah rumit di antaranya karena adanya BPKP, SPI, Irjen, Bawasda, dan sebagainya. "Sistem pengelolaan keuangan harus terus diperbaiki, dan tidak lagi ikut pola berpuluh-puluh tahun lalu saat semua pihak jadi pemeriksa. Mulai sekarang, mari bekerja sesuai fungsi masing-masing, yang jadi pemeriksa memeriksa, pengawas mengawasi, dan penyidik melakukan penyidikan sesuai hasil pemeriksaan," jelasnya. Dengan tingginya tingkat pengawasan itu, Baharuddin menilai para pengawas harus berupaya ikut memperbaiki kesalahan yang muncul. Bahkan, bila ada kebocoran maka mereka itu yang harusnya pertama kali instropeksi karena tugasnya tidak berfungsi dengan baik. Kebanyakan di antara lembaga pengawas itu bertugas melebihi kewenangannya, seperti misalnya Bawasda (Badan Pengawas Daerah). Bawasda seharusnya tidak lagi mencari-cari kesalahan dinas/instansi di Pemda, tetapi justru membantu membangun dan mengawasi sistem pengelolaan keuangan. "Bawasda mengawasi sistem pengelolaan keuangan, penyusunan laporan, arus kas, neraca, dan laporan pertanggungjawaban serta mengawasi penggunaan anggaran tersebut sebelum dipriksa BPK," ucap Baharrudin. Pihaknya merekomendasikan agar pengelolaan dan tanggung jawab di lingkungan kuasa pengguna anggaran -- dalam hal ini Departemen, Lembaga Negara, LPND, Pemda, dan unit satuan kerja lain hendaknya diperkuat. "Pengelolaannya yang perlu dan jauh lebih penting untuk ditingkatkan, bukan pemeriksanya. Pemeriksanya cukup satu, yakni BPK sesuai UUD 45. Fakta menunjukkan terbatasnya tenaga yang mumpuni untuk tugas-tugas pengelolaan keuangan negara," tegasnya. Akibat terbatasnya tenaga yang memiliki kemampuan menyusun pembukuan sesuai standar, banyak Pemda yang terpaksa mengontrak atau membayar konsultan luar dalam menata sistem keuangannya. Baharrudin menyoroti minimnya daerah yang dikelola dengan baik. Dari pengamatannya, sepintas jumlah daerah yang dikelola dengan baik tidak lebih dari 10 jari. Bahkan laporan Depdagri menyebutkan 75 persen daerah otonomi baru hasil pemekaran masih bermasalah. "Mestinya teman-teman di DPD menermatinya, karena bukankah DPD dibentuk antara lain untuk tugas ini," tambahnya. Oleh karena itu, Ia menekankan semua kelembagaan negara harus diperkuat sesuai tugas dan kewenangannya masing-masing serta jangan sampai membiarkan pemerintah terlalu dominan agar pengelolaan negara berjalan dengan baik. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007