Jakarta (ANTARA News) - Partai Bulan Bintang (PBB) amat menyayangkan, jika Yusril Ihza Mahendra, yang kini menjabat Menteri Sekretaris Kabinet, tidak lagi menjadi menteri di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) di pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla. Hal itu disampaikan oleh fungsionaris PBB, Ali Mocthar Ngabalin, saat menjelaskan pertemuan pengurus PBB dengan Wapres Kalla di Rumah Dinas Wapres, Jakarta, Minggu. Ali Mochtar yang berasal dari PBB mengatakan bahwa dirinya bersama dengan Ketua Umum PBB, MS Kaban, menyatakan partainya minta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak mendzolimi Yusril dan PBB. Pertemuan dengan Wapres dilakukan selama sekitar satu jam mulai sekitar pukul 10.30 WIB. PBB minta, agar pernyataan tersebut disampaikan kepada Presiden. Ali Mochtar mengatakan, mendengar Yusril akan dicopot. Yusril sebagai salah satu "pemegang saham" utama KIB bersama Yudhoyono dan Kalla, jangan hanya ditinggalkan di tengah jalan, karean hal itu bisa menjadi citra negatif bagi perpolitikan Indonesia, ujarnya. Pada pertemuan itu, kata Ali Mochtar, Wapres mengatakan tidak tahu menahu tentang proses perombangan kabinet kali ini, karena semuanya dilakukan Presiden sendiri. Ali Mochtar mengatakan, "Sangat disayangkan, kalau ternyata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan parameter desakan dan opini publik sebagai alasan untuk memberhentikan atau menggantikan para menterinya, termasuk Saudara Prof Yusril Ihza Mahendra." Pernyataannya PBB tersebut, kata Ali Mocthar Ngabalin, merupakan hasil rembug dengan berbagai tokoh, baik di lingkup parlemen, partainya, maupun kalangan ulama, baik itu Islam maupun Kristen. "Saya sekedar mengingatkan bahwa sosok Yusril Ihza Mahendra merupakan variabel yang tidak terpisahkan dari sosok Yudhoyono dan Kalla, karena pertemuan ketiga tokoh tersebut sebagai sebuah bangunan dalam membangun komitmen pembentukan pemerintahan dari awal," tegasnya. Adapun koalisi yang dibangun ketiga sosok pemimpin itu, lanjutnya, merupakan sebuah realitas sejarah di era reformasi. Ali Mocthar Ngabalin menambahkan, tanpa mencampuri hak prerogatif Presiden untuk membentuk dan membubarkan kabinet, sebaiknya komitmen membangun Indonesia baru secara bersama, tidak dirusak hanya oleh situasi temporer. "Mudah-mudahan perjalanan bangsa ini ke depan semakin baik, dipenuhi oleh pemimpin yang negarawan dengan kualitas komitmen serta konsistensi bersikap teruji, serta gemar melahirkan program-program yang semakin pro rakyat," demikian Ali Mocthar Ngabalin. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007