Jakarta (ANTARA News) - Ketua Harian Komisi Nasional untuk UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), Arief Rahman, menyesalkan perkembangan ilmu pengetahuan dunia yang justru semakin menciptakan kesenjangan dalam kehidupan manusia. "Ini seolah menuju Perang Dunia III antara orang bodoh dan pintar, dan kemudian antara masyarakat berteknologi tinggi dan yang rendah," kata Arief Rahman di sela acara "Science for All" suatu acara yang mempertemukan para ilmuwan dan para siswa SD Jakarta di TMII Jakarta, Selasa. Semakin memprihatinkan lagi ketika melihat ada teknologi tinggi, ujarnya, masyarakat justru menghindar dan tidak mau mendekati. Di sisi lain ada yang justru bangga dengan teknologi tingginya dan nyaman dengan zona aman dan tidak mau membaur dengan yang lain. "Iptek sayangnya juga menciptakan kesenjangan ekonomi dan yang miskin malahan merasa nyaman dengan kemiskinannya sehingga akhirnya sulit untuk maju," katanya. Arief Rahman juga mempertanyakan rendahnya kesadaran pemerintah untuk mengembangkan Iptek. "Saya tak mengerti tujuh institusi di bawah koordinasi Kementerian Ristek seperti LIPI dan lain-lain mempunyai anggaran keuangan yang jauh lebih rendah daripada Mal Depok," katanya. Sehingga wajarlah jika masyarakat semakin dituntun untuk hidup konsumtif, materialistis, dan hedonistis, ujarnya. "Di negara maju perbedaan penguasaan Iptek sangat "unbearable", tak tertahankan, antara sekolah negeri dengan swasta, begitu juga di Indonesia, antara sekolah internasional dan madrasah, pesantren sampai di sekolah relawan di rel KA," katanya. Ia juga menyesalkan adanya jurang pemisah antara ilmu pasti dan humaniora dan adanya arogansi IPA terhadap IPS sehingga orangtua yang memiliki anak dimasukkan ke kelas IPS seolah merasa terpuruk.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007