PBB, (ANTARA News) - Libya pada hari Selasa mengajukan rancangan resolusi baru kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang menuntut segera gencatan senjata langgeng di Jalur Gaza, termasuk mengakhiri serangan roket yang dilakukan para pejuang Palestina terhadap Israel.

Menteri Luar Negeri Libya, Abdel-Rahman Shalgam mengatakan, rancangan yang diajukan atas nama beberapa negara Arab itu, akan diputuskan dalam pengambilan suara ke-15 anggota DK Rabu.

Dia mengatakan di sela-sela debat DK mengenai serangan militer hari ke-11 Israel terhadap Gaza, yang menurut mereka dilakukan untuk menghentikan serangan roket para pejuang Palestina.

Rancangan naskah Libya itu "menuntut segera dilakukannya gencatan senjata permanen di Jalur Gaza dengan menghentikan semua kegiatan militer dan kekerasan, termasuk operasi-operasi militer Israel dan penembakan roket-roket, serta segera tentara negara Yahudi itu ditarik mundur ke posisi sebelum 27 Desember 2008, dan meminta agar gencatan senjata itu dipatuhi oleh kedua pihak."

Rancangan itu juga menyerukan segera dicabutnya blokade yang dilakukan oleh Israel selama 18 bulan terhadap Gaza, dan membuka kembali pintu-pintu penyeberangan perbatasan Gaza dengan Israel dan Mesir.

Shalgam menandaskan bahwa rancangan naskah itu telah dibahas dengan anggota-anggota DK lainnya, terutama Prancis, Amerika Serikat dan Inggris.

Namun demikian, para diplomat menyatakan kekhawatirannya bahwa draft itu, yang ditentang oleh Israel, akan mendapat dukungan dari anggota DK dari negara-negara Barat. Pihak DK sendiri menjadwalkan akan melanjutkan debat tentang konflik Gaza itu Rabu pagi.

Prancis, yang mengetuai DK dalam bulan ini, telah bekerjasama dengan negara-negara Arab untuk upaya mengkompromikan draft yang menyerukan bagi dihentikannya serangan Israel, yang diklaim telah menewaskan 660 warga Palestina sejak 27 Desember lalu.

Tetapi, Menteri Luar Negeri Prancis Bernard Kouchner Selasa mengatakan, fokus yang dilakukan sekarang adalah terobosan untuk menengahi persoalan Timur Tengah yang dilakukan oleh Presiden Prancis Nicolas Sarkozy.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2009