Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur Utama PT Pertamina Ari HS tidak memenuhi panggilan untuk bersaksi dalam persidangan mantan Dirut PT Geo Dipa Energy (Persero) Samsudin Warsa, tedakwa dugaan penipuan proses tender proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Patuha-Dieng senilai Rp4,5 triliun.

Sedianya mau hadir, tapi yang bersangkutan sakit dan memberikan surat tidak bisa memenuhi panggilan menjadi saksi, kata jaksa perkara Samsudin Warsa, Novi, disela persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu.

Demikian juga saksi ahli pidana, Chaerul Huda tidak memenuhi panggilan hingga majelis hakim yang dipimpin oleh Djoko Indiarto menunda persidangan tersebut sampai 12 April 2017 mendatang.

Kasus tersebut bermula saat Geo Dipa menunjuk PT Bumigas Energi sebagai pemenang tender untuk pengelolaan PLTPB Patuha-Dieng dengan Surat Nomor 159/Presdir.GDE/IX/2014 tanggal 26 November 2004. Pada 1 Februari 2005, kontrak KTR.001/GDE/II/2005 ditandatangani oleh PT GDE dan PT BGE yang menyatakan, perusahaan tersebut memiliki Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Sesuai Undang-Undang Panas Bumi Nomor 27/2003 pada 22 Oktober 2003 menyatakan WKP/IUP wajib/mutlak dimiliki oleh pengembang/pengelola untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi.

Namun seusai kontrak tersebut, pihak BGE melalui suratnya berulangkali meminta GDE copy dari WKP/IUP atau izin konsesi. "Namun GDE berulangkali menyatakan WKP/IUP masih dalam proses," kata kuasa hukum PT BGE, Kreshna Guntarto.

Pertamina sendiri merupakan pemegang saham mayoritas PT GDE serta pemegang WKP/IUP Dieng Patuha, akan tetapi yang menandatangani Kontrak KTR.001/GDE/II/2005 adalah GDE dan BGE. Untuk mengatasi masalah WKP & IUP/Concession Right/Ijin Konsesi GDE wajib/seharusnya melakukan KOB (Kontrak Operasi Bersama) dengan Pertamina sebagai Pemegang WKP & IUP tersebut.

"Sehingga dapat memenuhi kewajiban-kewajiban GDE yang disebutkan dalam Kontrak KTR.001/GDE/II/2005. Ini disebabkan karena perbedaan Legal Entity Korporasi, akan tetapi tidak dilakukan GDE, malah GDE mengeluarkan Surat Peringatan pada BGE bahwa BGE tidak performed," katanya.

PT CNT sebagai funder dari BGE telah menanyakan pada pihak penegak hukum (Kejaksaan Agung & Kepolisian Republik Indonesia) pada tahun 2006 untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi untuk implementasi pembangunan PLTP Dieng & Patuha tanpa WKP & IUP, dan jawaban kedua instansi tersebut tidak diperbolehkan.

Dalam persidangan di PN Jaksel, terdakwa Samsudin Warsa dan pengacaranya serta beberapa saksi GDE yang dihadirkan selalu menyampaikan Surat Menkeu No. S-436/MK.02/2001 tgl 4 September 2001 sebagai izin Pengolahan Panas Bumi. Ini adalah kesalahan persepsi dan fatal karena Surat itu hanya merupakan Surat Penugasan untuk mengelola asset HCE & PPL yang ditinggalkan, sedangkan izin WKP/IUP adalah wewenang Kementerian ESDM.

KepMen ESDM No. 2789K/30/MEM/2012 tanggal 19 September 2012: Penegasan WKP Sumber Daya Panas Bumi untuk Wilayah Dieng dan KepMen ESDM No. 2192K/30/MEM/2014 tanggal 27 Maret 2014: Penegasan Pengusahaan Wilayah Patuha kepada GDE adalah patut dipertanyakan karena WKP Dieng & Patuha pada 2012 & 2014 masih menjadi milik Pertamina dan Pertamina belum pernah mengembalikan kepada pemerintah. Masa Berlaku tidak dicantumkan dalam KepMen tersebut.

"KepMen tersebut berlaku surut ke 1 January 2007, dimana ini menyalahi hukum ketatanegaraan," katanya.

GDE tidak patuh terhadap UU Panas Bumi Nomor 27/2003 tanggal 22 Oktober 2003.

Pasal 35 UU Panas Bumi No. 27/2003: Setiap orang yang melakukan kegiatan Usaha Pertambangan Panas Bumi tanpa IUP dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000 dan paling banyak Rp50.000.000.000.

"Bagaimana mungkin BGE dan CNT sebagai investor, kontraktor untuk membangun Project PLTP Dieng Patuha apabila GDE tidak biisa membuktikan memiliki concession right sesuai pasal-pasal Kontrak KTR.001/GDE/II/2005 karena ini melawan hukum/UU Panasbumi 27/2003 dan BGE bisa disebut melakukan Illegal Developer," katanya.

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2017