Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina (Persero) siap menghentikan program pengembangan bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel jika hingga akhir 2007 belum ada kepastian subsidinya. Direktur Niaga dan Pemasaran Pertamina Achmad Faisal saat berbicara dalam seminar BBN di Jakarta, Kamis, mengatakan Pertamina terus menanggung kerugian dalam bisnis penjualan bahan bakar ramah lingkungan tersebut. "Kalau tidak ada kepastian hingga akhir 2007, maka terpaksa program yang bagus ini kami hentikan. Jadi, sekarang tergantung pemerintah, mau dilanjutkan atau dihentikan," katanya. Menurut dia, saat ini, Pertamina merugi Rp71 per liter untuk penjualan biosolar dan Rp65 per liter untuk biopremium. Sejak Mei 2006 saat program biofuel diluncurkan sampai Maret 2007, Pertamina harus menanggung kerugian Rp16,9 miliar. Kerugian tersebut meliputi biosolar Rp15,2 miliar dengan angka penjualan 314.032 liter dan biopremium Rp1,7 miliar untuk 2.336 liter. Sebagai upaya mengurangi kerugian, Pertamina telah menurunkan kandungan BBN di biodiesel dari lima persen menjadi 2,5 persen sejak Februari 2007 dan bioetanol dari lima persen ke tiga persen mulai 1 April 2007 karena mengalami kerugian. Pemerintah juga telah membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen atas kandungan nabati dalam biofuel. "Namun, kami hitung masih tetap rugi. Mungkin kalau pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) yang lima persen juga dihapus, maka kami bisa lanjutnya," ujarnya. Pertamina juga telah mengambil langkah tidak melakukan perluasan pasar BBN sebagai upaya menekan kerugian. "Kalau impas saja, sebenarnya kami mau menjalankan pengembangan BBN ini," tambahnya. Faisal juga mengatakan, salah satu alternatif solusinya adalah menaikkan harga biosolar atau biopremium di atas harga premium dan solar bersubsidi. "Namun, usul tersebut telah ditolak Pemda DKI Jakarta," katanya. Faisal menyayangkan apabila program BBN ini dihentikan. Sebab, potensi pengembangannya di Indonesia cukup prospektif. Ia bahkan berpendapat, pemakaian BBN bisa menggantikan 30-40 persen impor solar atau 24 juta barel dari total impor 80 juta barel per tahun. Pertamina menargetkan penjualan biosolar pada 2007 sebesar 549.251 kiloliter atau sekitar lima persen dari konsumsi nasional. Selanjutnya, pada 2008 sebesar 599.183 kiloliter atau lima persen, sedangkan pada 2009 konsumsi diperkirakan mencapai 11 persen atau sekitar 1.198.366 kiloliter. Sementara penjualan biopremium pada tahun 2007 ditargetkan masih di bawah satu persen yakni 3.776 kiloliter, pada 2008 bisa mencapai satu persen atau 173.157 kiloliter dan 2009 menjadi tiga persen atau 527.533 kiloliter.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007