Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia dan Pakistan sepakat menyusun kerangka kerjasama anti terorisme, termasuk kerjasama de-radikalisme terhadap pemahaman yang keliru mengenai Islam. "Kami (Indonesia-Pakistan-red) telah memiliki kelompok kerja bersama (joint working group) antiteror dan pada tahun ini akan segera dirumuskan ha-hal apa saja yang mungkin dikerjasamakan dalam penanganan terorisme tersebut," kata Kepala Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Ansyaad Mbai di Jakarta, Senin. Dikonfirmasi ANTARA usai menghadiri penandatanganan bantuan peralatan antiteror nuklir, kimia dan biologi (nubika) ia mengatakan, kerjasama antiteror dengan Pakistan dilakukan berdasar pengalaman bahwa banyak pelaku teror di Indonesia yang sebelumnya belajar agama dan militer di Pakistan. "Kebanyakan dari mereka (pelaku teror-red) setelah belajar agama dan latihan militer di Pakistan, mereka menerapkannya secara salah kaprah dalam bentuk kejahatan teroris," ujar Ansyaad. Untuk itu, lanjutnya, perlu dirumuskan suatu metode agar apa yang dipelajari di Pakistan tidak disalahgunakan untuk menebar teror di Indonesia, apalagi dengan menggunakan ajaran-ajaran agama Islam. Terkait itu, tambah Ansyaad, pihaknya juga akan merumuskan kerjasama de-radikalisasi pemahaman yang keliru mengenai Islam, yang kerap dijadikan "landasan hukum" para pelaku teror melakukan aksinya. "De-radikalisasi ini sudah kami jalankan, tidak saja dengan Pakistan tetapi negara Islam moderat lainnya seperti Arab Saudi dan Turki. De-radikalisasi dapat dilakukan dengan mengundang para tokoh agama mereka ke Indonesia atau melalui buku-buku bacaan tentang Islam yang sesungguhnya," tutur Ansyaad. Menurut dia, langkah-langkah "soft power" dalam penanganan terorisme seperti de-radikalisasi lebih baik untuk menangkal "epidemi" ideologi kekerasan dalam aksi teror. Peran ini yang sepatutnya menjadi kepedulian intensif pemerintah. Apalagi sudah bukan zamannya lagi ideologi diharamkan dengan cara-cara represif. "Di Spanyol, misalnya, pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat membimbing dan mengurusi para keluarga teroris, mantan teroris, dan juga keluarga dari korban teroris," tutur Ansyaad. (*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007