Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Koperasi dan UKM mengubah paradigma pengembangan Business Development Services - Provider (BDS-P/Lembaga Pelayanan Bisnis/LPB) Koperasi dan UKM dari yang begitu tergantung kepada pemerintah menjadi lebih mandiri dan profesional serta mampu menjadi mitra UKM di daerah. "Kita tidak bisa seperti dulu. Sekarang kita minta BDS-P buat kerangka ke depan untuk mereka laksanakan," kata Deputi Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kemenkop UKM Chairul Djamhari ketika membuka "Traning of Trainers (TOT) Instruktur/Pendamping KUKM di Cipayung, Senin. Penegasannya itu didasarkan pada kinerja BDS-P yang secara umum belum maksimal. Hanya sebagian kecil BDS-P yang dapat melaksanakan peran layanan dengan hasil nyata bagi kemanfaatan UKM binaan. Sedangkan mayoritas BDS-P masih belum mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsi konsultasinya dengan efektif. Akibatnya ada BDS-P yang sudah mampu membawa binaannya hingga ke pasar internasional, namun jumlahnya ini begitu sedikit. Sementara yang terjadi justru lebih banyak lagi yang belum mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsi konsultasinya dengan efektif. Kondisi lama BDS-P secara umum adalah mayoritas kurang memiliki kompetensi dan kesiapan SDM sehingga kurang mampu melakukan peran layanan usaha bagi UKM. Selain itu mereka juga menggantungkan proyek atau anggaran pemerintah. Sementara paradigma baru yang akan dilaksanakan adalah bagaimana membuat BDS-P mampu hidup sebagai organisasi yang mandiri dan profesional, atas dasar kemampuan dan keunggulan yang dimiliki dan menjadi mitra UKM di daerah. BDS-P/LPB pada dasarnya menjalankan fungsi pelayanan usaha bagi UKM seperti jasa konsultasi, menyusun rencana usaha, memperbaiki organisasi dan manajemen, pengelolaan permodalan dan kemungkinan kerjasama dengan mintra lainnya. Sejak pengembangan awalnya tahun 2001/2002 hingga saat ini jumlah BDS-P mencapai 957 unit dan tersebar di 33 provinsi. Dari jumlah BDS itu, katanya, hanya sekitar 35 persen saja yang mampu melaksanakan tugas. Itu pun dengan kompetensi rendah sampai sedang. Pada awal pengembangannya setiap BDS memperoleh dana Rp50 juta sebagai modal dari pemerintah untuk masa tiga tahun. Namun setelah berakhirnya pemberian dana tersebut, masih banyak BDS yang mempertanyakan kembali apakah pemerintah akan menggulirkan kembali dana untuk gelombang kedua. Chairul mengakui dirinya juga memperoleh banyak surat dari berbagai BDS-P yang mempertanyakan dana tersebut. Namun, menurut dia, pihaknya tidak lagi memprogramkan lagi kucuran dana tersebut kecuali ada strategi pengembangan lainnya. Kedepan, lanjutnya, pihak Kemenkop UKM mengharapkan agar BDS-P bisa menjadi lebih profesional, mandiri dan mempunyai jaringan usaha. Untuk menjadi lebuh profesional maka BDS-P tidak lagi harus menjadi "generalis" tapi sudah bisa masuk ke hal-hal yang khusus (spesialis). Sementara untuk kemandirian, katanya, pihaknya tidak lagi akan menggulirkan dana Rp50 juta namun mengharapkan agar ada suatu kesepakatan bersama soal besaran fee yang harus diterima BDS-P oleh pengguna jasa. Untuk masalah jaringan usaha, ia mengatakan, asosiasi BDS harus lebih dapat mengembangkan diri seperti menyuaran suara-suara UKM baik di legislatif maupun juga masukan kepada eksekutif. "Bentuknya bisa seperti memberikan masukan kepada DPR untuk penyusunan RUU UKM atau soal Perpres Pencadangan Usaha," katanya. Ia juga menyarankan agar Asosiasi BDS bisa membuat rating BDS-P yang diharapkan mampu menarik unit-init lain yang belum bisa menjalankan perannya secara maksimal.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007