Yogyakarta (ANTARA News) - Puluhan pengusaha dan perajin usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) korban gempa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengadukan nasibnya terkait kredit macet kepada "Jogja Rescue" di kantor Disperidagkop Provinsi DIY, Senin. Puluhan pengusaha kecil ini mayoritas berasal dari Kabupaten Bantul, terutama dari sentra kerajinan desa Kerebet, Pucung, dan Kasongan yang tergabung dalam kelompok perajin. Selain itu, sejumlah pengusaha kecil dan menengah yang datang secara individu juga mengadukan masalah yang sama, seperti dari Banguntapan dan Sewon Kabupaten Bantul. Mereka yang diterima oleh anggota Dewan Pengarah "Jogja Rescue", Hari Dendi, Jendro dan Prasetyo itu, pada intinya meminta bantuan maupun perlindungan "Jogja Rescue" karena terkait kewajibannya membayar angsuran pinjaman bank di DIY. Para perajin dan pengusaha kecil itu menyatakan akibat menjadi korban gempa maka usahanya otomatis terhenti sehingga mereka merasa tidak dapat lagi membayar angsuran pinjaman bank. Mereka merasa dikejar kejar oleh pihak perbankan agar segera membayar angsuran sekaligus bunganya yang sudah meningkat berlipat-lipat. Seorang pengusaha mebel dari Kasongan, Masita mengatakan, saat ini dirinya merasa sangat kesulitan untuk bisa membayar angsuran kredit karena usahanya berhenti setelah terjadi gempa, dan saat ini dirinya masih mengkonsentrasikan pemulihan modal usaha. Hal yang sama juga dikemukakan Gianto perajin kecil asal Kerebet Kabupaten Bantul, dan mengharapkan bantuan "Jogja Rescue" untuk dapat ikut menyelesaikan masalah kredit macet ini, Dengan demikian, dirinya bisa menjalankan usahanya kembali dengan tenang tanpa ada perasaan takut dikejar kejar pihak bank,katanya.. Sementara itu, Heri Dendi mengatakan adanya pengaduan ini, pihaknya akan melakukan desakan kepada pemerintah dalam hal ini adalah eksekutif maupun legislatif agar dapat memberikan perhatian terhadap masalah yang dihadapi perajin/pengusaha korban gempa di daerah ini. "Kami juga akan melakukan upaya pencegahan terhadap penyitaan atau eksekusi agunan yang disertakan dalam kredit UMKM minimal selama tiga tahun ini,"ujarnya. Ia mengatakan, pihaknya juga akan mengupayakan pemutihan kredit macet UMKM yang ada di bank umum baik nasional maupun swasta serta lembaga keuangan non bank. "Kami juga mendesak pemerintah untuk melakukan pembebasan pajak UMKM korban gempa selama tiga tahun serta mengupayakan pembiayaan tambahan bagi UMKM dengan bunga lunak dalam jangka panjang di lembaga keuangan lainnya," katanya. Menurut dia, pihaknya tidak ingin penyelesaian kasus ini berdampak pada matinya usaha mereka. Pihaknya ingin penyelesaian hidup bukan penyelesaian mati. "Tindakan mensita agunan atau eksekusi agunan oleh bank tidak boleh dilakukan karena agunan seperti rumah juga merupakan tempat usaha mereka, sehingga jika disita mereka tidak bisa menjalankan usahanya lagi,"katanya. Sementara itu, pejabat Bank Indonesia (BI) Yogyakarta, Usep Sunarya mengatakan bahwa penyelesaian kredit yang bermasalah itu dilakukan oleh pihak bank yang bersangkutan sendiri. Sedangkan BI hanya bisa memantau atau mengawasi khususnya dari sisi hukum. Berdasarkan peraturan BI pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa perbankan dapat memberikan kredit baru bagi mereka yang mengalami kredit macet. "Pasal ini hanya menyebutkan bank "dapat" dan bukan "keharusan", sehingga pihak bank boleh menentukan sendiri apakah mereka akan menutup atau memutihkan kredit macet dan mengeluarkan kredit baru atau mereka tetap memberlakukan kredit tersebut,"katanya. Ia mengatakan, jika diputihkan maka pihak bank sendiri akan mempertanyakan siapa yang akan menutup atau membayar kreit macet tersebut. Berkaitan dengan kredit macet pengusaha/perajin kecil korban gempa di DIY, pihak BI Yogyakarta menyerahkan sepenuhnya penyelesaiannya kepada bank yang bersangkutan, katanya. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007