Batam (ANTARA News) - Fenomena penggunaan biofuel sebagai bahan bakar alternatif di seluruh dunia agaknya merepotkan Menteri Negara Riset dan Teknologi, Kusmayanto Kadiman. Namun, jangan dibayangkan bahwa mantan rektor Institut Teknologi Bandung itu tidak menguasai teknologi biofuel. Lelaki berbapak Jawa itu mengaku, sebagai orang kelahiran Bandung, dia kesulitan lidah dalam melafalkan "F" dalam biofuel. "Karena orang Sunda susah nyebut F, cari kata lain," ujar Kus, sapaan akrabnya, selaku menteri menancapkan tiang pancang pabrik biofuel di Batam, kemarin. Peraih gelar doktor dari Australian National University pada 1988 itu menghindari penyebutan kata biofuel dan menyatakan lebih cocok dengan kata bahan bakar nabati. Menurut lelaki yang pernah dianugrahi penghargaan "Officier dans l`Ordre des Palmes Academique" oleh Pemerintah Prancis pada 2005 itu, bahan bakar nabati merupakan padanan kata yang pas untuk biofuel. "Lawan dari bahan bakar organik yang bisa habis," kata "urang" Bandung yang memiliki prinsip "Saya Mendengar, Saya Belajar, Saya Berubah dan Melakukan Perubahan." Meskipun sebagai istilah bahan bakar nabati tiga kali lebih panjang dari biofuel, Kus, sosok orang kampus berkacamata, penyuka olahraga tenis dan golf itu, memilih istilah bahan bakar nabati daripada salah mengucap lafal F. Seluruh dunia tengah bereforia dengan ditemukannya bahan bakar nabati-biofuel sebagai pengganti bahan bakar organik (fosil) yang diperkirakan akan segera habis.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007