Tokyo (ANTARA News) - ASEAN perlu mempercepat integrasi ekonomi yang sedang berlangsung saat ini di antara sesama negara anggotanya, agar bisa menjadi motor dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia. Hal itu disampaikan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu ketika ditemui ANTARA di Tokyo, Kamis, sesaat sebelum berbicara dalam forum Asian Corporate Conference ke-17. Forum pertemuan para perusahaan besar di Asia yang menghadirkan sejumlah menteri perdagangan di kawasan Asia itu digelar guna membahas kebijakan dalam menyikapi pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut. Menurut Mari Pangestu, dalam kaca mata ASEAN, tentu saja wadah ini bisa tetap memainkan peran pentingnya di kawasan Asia. Untuk itu diperlukan kerja sama yang kuat lebih dulu. Format kerja sama melalui Economic Partnership Agreement (EPA) perlu dipercepat agar terbangun integrasi ekonomi regional di Asia tenggara. "Dengan demikian tercipta arus perdagangan barang dan jasa serta investasi yang lebih lancar, sehingga memberikan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi kawasan yang lebih luas, Asia," ujar peraih Ph.D dalam bidang International Trade, Finance & Monetary Economics dari Universitiy of California, Davis, pada 1986 itu. Sekarang ini, ujarnya, sedang dibicarakan mengenai perkembangan yang dikenal sebagai ASEAN+1, yakni kerja sama yang dibangun negara-negara ASEAN bersama satu negara mitranya. Ia memberi contoh ASEAN dengan China, ASEAN dengan Korea Selatan. Kemudian sedang dikembangkan lagi dengan ASEAN bersama Jepang, ASEAN dengan Australia, India dan ASEAN dengan Selandia Baru. "Saat ini sedang berlangsung negosiasi membahas sektor jasa, investasi dan fasilitasi perdagangan lainnya, seperti di bidang bea cukai," ujar puteri ekonom kondang almarhum Panglaykim ini. Lebih jauh, Mari yang kerap dimintai masukannya oleh IMF dan Bank Dunia itu mengakui bahwa ada keinginan Jepang bagi terciptanya "East Asia Free Trade Area" dimana 10 negara anggota ASEAN bersama enam negara mitranya langsung saja membentuk kawasan perdagangan bebas bersama di kawasan Asia Timur. "Kalau dari kaca mata ASEAN, hal tersebut di tahap terakhir. Kita lebih menginginkan proses ASEAN +1 lebih dulu. Toh nantinya kalau dijumlahkan juga menjadi ASEAN +6, apalagi prosesnya sudah berjalan," katanya. Dia mengemukakan kalau hubungan itu langsung menjadi kawasan perdagangan bebas Asia Timur, maka akan menghilangkan keberadaan ASEAN. Jadi relevansi keberadaan kerja sama ekonomi ASEAN dengan negara mitranya harus tetap dipertahankan sebagai motor bagi pertumbuhan ekonomi di kawasan. "Memang ada upaya untuk mewujudkan ASEAN Economic Community, seperti yang ditargetkan pada tahun 2015, tetapi harus diciptakan kerja sama ekonomi yang kuat lebih dulu di ASEAN," kata mantan Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta itu. Kelancaran arus barang di sesama negara-engara ASEAN sendiri saat ini sudah tergolong lancar, dan hal itu dilakukan dengan menurunkan tarif bea masuk yang menjadi nol sampai lima persen. Tinggal melanjutkannya dalam menyelesaikan hambatan nontarif, seperti penyelesaian prosedur bea cukai dan prosedur ekspor-impor. Saat ini juga sedang dibangun program "Single Window" dimana semua proses ekspor- impor ditangani dalam satu tangan atau "jendela ". Indonesia sendir menargetkan program "National Single Window" itu selesai akhir 2007 dan pada akhir 2008 di tingkat ASEAN . Manfaatkan EPA Menteri Perdagangan juga mengemukakan hal pentingnya penyelesaian kerja sama ekonomi bilateral Indonesia dengan Jepang dalam format EPA (Economic Partnership Agreement) agar tidak ketinggalan dengan negara inti ASEAN dalam memanfaatkan akses pasar ke Jepang. Hal itu dikembangkan sebagai bagian dari skenario regional yang mengutamakan kerjasama ekonomi ASEAN dengan negara mitranya di bidang perdagangan barang, jasa, investasi maupun ekpsor tenaga kerja terampil dan semi terampil secara lebih mudah dan cepat. Sementara itu, Duta Besar RI untuk Jepang, Jusuf Anwar, yang ikut mendampingi Menteri Perdagangan menjelaskan lebih detail, dengan menyebutkan bahwa Indonesia dalam hal pengiriman tenaga terampil ke Jepang harus mengambil manfaat dari keberadaan EPA. Hal itu penting mengingat saat ini terjadi komposisi yang semakin tidak seimbangnya antara tenaga produktif dengan keberadaan orang-orang yang lanjut usia (aging population). "Tenaga-tenaga jururawat dari Indonesia diharapkan bisa dengan cepat masuk ke Jepang, mengingat kondisi dari aging population ini. Filipina sudah melakukan hal ini tinggal Indonesia," mantan Menteri Keuangan itu. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007