Yogyakarta (ANTARA News) - Teknik Multiplex RT-PCR yang dikembangkan Pusat Studi Bioteknologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mampu mengidentifikasi virus dengue pada pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) hanya dalam waktu empat jam. "Semakin singkat waktu yang diperlukan untuk memeriksa keberadaan virus pada pasien maka kemungkinan pasien DBD tertolong akan semakin besar pula," kata peneliti senior Pusat Studi Bioteknologi UGM, Prof Dr Sutaryo, Sabtu. Ia mengatakan, dengan cara lama melalui media kultur-sel setidaknya diperlukan waktu satu minggu untuk mengidentifikasi jenis virus dengue yang menginfeksi pasien, apakah virus dengue-1, dengue-2, dengue-3, atau dengue-4 yang masing-masing memerlukan penanganan yang berbeda. Jenis virus yang berbahaya di Indonesia adalah dengue-3, bila untuk mengidentifikasi saja dibutuhkan waktu minimal satu minggu maka diperkirakan semakin banyak korban meninggal akibat terlambatnya pertolongan, ujarnya. Menurut dia, dengan teknik Multiplex RT-PCR, darah diambil dari pasien pada saat demam hari pertama hingga hari keempat karena saat itulah virus paling banyak beredar dalam tubuh pasien. "Berbeda dengan pemeriksaan laboratorium lainnya yang belum dapat mendiagnosis penyakit pada awal demam, dengan alat tersebut semakin awal diambil darahnya maka akan semakin baik," katanya. Selain cepat mengidentifikasi keberadaan virus dengue dalam tubuh pasien, menurut Sutaryo, dengan Multiple RT-PCR dapat langsung diketahui jenis virusnya, dengue-1, 2, 3, atau 4 sehingga pasien dapat ditangani secara tepat sekaligus sebagai peringatan dini bagi dokter yang merawat bila ditemukan virus dengue-3. "Dari sisi biaya teknik Multiplex RT-PCR memang masih relatif mahal, untuk sekali periksa minimal dibutuhkan Rp300 ribu," katanya. Keunggulan lain teknik ini, kata dia, Multiplex RT-PCR dapat dilakukan di setiap laboratorium yang memiliki mesin PCR. Walaupun begitu, dibutuhkan keahlian khusus bagi operator mesin PCR untuk memeriksa sampel darah dengan Teknik Multiplex RT-PCR yang dapat diperoleh melalui pelatihan khusus. Untuk mensosialisasikan penggunaan teknik tersebut, Pusat Studi Bioteknologi UGM Yogyakarta, menyelenggarakan pelatihan khusus tersebut pada 14-15 Mei lalu. "Bila keberadaan virus dapat diantisipasi sejak dini, maka saya yakin Indonesia tidak akan lagi menjadi endemik DBD yang telah memakan ribuan korban," kata Sutaryo.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007