Canberra (ANTARA News) - Ekonom terkemuka Australia, Dr. Hal Hill, mengatakan, Indonesia tidak akan mengalami "krisis moneter jilid dua" karena perekonomian negara itu cukup baik seperti terlihat dari lebih besarnya cadangan devisa dibandingkan tahun 1997 serta lebih fleksibelnya nilai tukar rupiah dibandingkan kondisi sepuluh tahun lalu. "Saya yakin pasti tidak ada krisis moneter (krismon) lagi. Yang ada mungkin adalah tantangan baru tapi bukan krismon baru," kata peneliti senior bidang ekonomi Sekolah Riset Studi-Studi Pasifik dan Asia (RSPAS) Universitas Nasional Australia (ANU) itu di Canberra, Selasa. Pendapat itu disampaikan ekonom yang juga editor utama "Bulletin of Indonesian Economic Studies" ini menjawab pertanyaan ANTARA News tentang kondisi perekonomian Indonesia dan adanya kekhawatiran sejumlah kalangan tentang kemungkinan adanya ancaman krismon jilid II. Perdebatan tentang kemungkinan kembalinya Indonesia terancam oleh krisis moneter seperti 1997 bermula dari peringatan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang situasi saat ini mirip dengan situasi menjelang krisis 10 tahun lalu sehingga apabila ekonomi global tiba-tiba bergejolak dikhawatirkan Indonesia akan mengalami krisis kembali. Dr. Hal Hill mengatakan, ia tidak melihat adanya alasan kuat yang perlu membuat perekonomian Indonesia terancam krismon untuk kedua kalinya karena selain cadangan devisa yang lebih tinggi serta nilai tukar rupiah yang lebih fleksibel, para pengelola bank asing dan nasional di Indonesia pun sekarang ini telah lebih berhati-hati dibandingkan dahulu akibat pengalaman pahit tahun 1997 itu. "Sekarang mereka (bank-bank) sangat `cautious` (hati-hati)," kata Hal Hill. Sebelumnya, Ekonom ANU lainnya, Budy P. Resosudarmo, PhD, juga berpendapat bahwa setidaknya untuk tahun ini, Indonesia tidak perlu khawatir akan kembalinya krismon seperti tahun 1997 karena fundamental ekonomi nasional yang cukup baik. "Tahun ini saya pikir `business as usual` (bisnis berjalan seperti biasa). Jadi, tak perlu khawatir. Namun yang perlu diantisipasi adalah `short run capital` karena bagaimana menginvestasikannya, belum dapat `return` kita sudah kehilangan kapital itu...," katanya. Dilihat dari fundamental ekonomi, Indonesia boleh dikatakan cukup aman seperti dapat dilihat dari tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah. "Jadi tahun ini baik-baik saja. Tapi kita monitor lagi tahun depan," katanya. Terkait dengan perdebatan seputar ada tidaknya ancaman krismon jilid II yang pada awalnya dipicu oleh pendapatnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, tiada pilihan lain bagi Indonesia selain meneruskan upaya reformasi agar tidak kembali diguncang krisis keuangan yang pernah melanda Asia Timur sekaligus menjawab tantangan menguatnya ketergantungan sesama negara Asia. "Indonesia harus terus memperbaiki kelemahan kelembagaan dan kelemahan struktural yang masih ada," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007