Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan menjalin kerjasama dengan pemerintah Belanda dalam menangani banjir dengan melibatkan dua menteri kedua negara sebagai koordinatornya yakni Menteri PU dan Lingkungan Hidup. "Kita harus bekerjasama dengan ahlinya. Lagi pula penjajakan kerjasama ini telah berlangsung sejak tahun 2000," kata Sekjen Departemen PU Roestam Sjarief di Jakarta, Rabu. Bahkan sebagai tindaklanjutnya kerjasama kedua belah pihak sudah ada kesepakatan dari empat menteri yang dinamakan Four Patriot Agreement yang memfokuskan di sektor sumber daya air, paparnya. Kerjasama ini, kata Roestam, diawali dengan kegiatan seminar dan bantuan tenaga ahli dari negara tersebut. "Kegiatannya diawali dengan semacam lokakarya kedua belah pihak," tuturnya. Berdasarkan hasil lokakarya akan disampaikan dalam koferensi bersama (Conference of Parties, COP) di Bali untuk yang ke-13 kalinya dengan mengusung perubahan iklim global sebagai tindaklanjut rekomendasi Kyoto Protocol mengenai lingkungan. Menurutnya, Belanda memiliki keahlian dalam membangun tanggul dan kanal. Ini yang coba ingin diadopsi mengingat lebih dari 60 persen wilayah tersebut berada di bawah permukaan laut. Roestam mengakui dengan fenomena tersebut membuat kesulitan dalam mengantisipasi terjadinya bencana. Namun ke depannya pemerintah akan mempersiapkan sebisa mungkin dibidang struktur belajar pengalaman Belanda. Terkai banjir DKI Jakarta, Roestam mengatakan sesuai instruksi Presiden telah dirampungkan master plan penanganan banjir DKI dari aspek tata ruang, sumber daya air, jalan, dan Ciptakarya yang akan direalisasikan dalam lima tahun ke depan. Sementara itu menurut Dirjen Sumber Daya Air Departemen PU Siswoko, saat ini para ahli dari Belanda tersebut ingin menyampaikan bahwa banjir yang terjadi di DKI Jakarta bukan semata-mata struktur pendukungnya tidak memadai namun disebabkan kondisi alam dan perilaku manusianya. Siswoko mengatakan, pemerintah memang bisa saja meniru Belanda membangun tanggul raksasa untuk 10.000 tahunan tetapi biayanya pasti sangat mahal dan belum tentu Jakarta terbebas dari banjir. Daripada biayanya untuk membangun tanggul, kata Siswoko sebaiknya dipergunakan untuk membangun kembali permukiman dengan sistem rumah panggung. "Kita harus membiasakan diri hidup berdampingan dengan banjir," ujarnya. Pemerintah, jelasnya, bukan tidak bersedia membangun tanggul. Kalau dibangun tanggul setinggi itu tidak tertutup kemungkinan apabila limpas (banjir) akan menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007