Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik LIPI, Dr Hermawan Sulistio, di Jakarta, Kamis, menegaskan pembatalan hasil Pemilu dan sekaligus pemberhentian presiden terpilih, hanya mungkin kalau ada krisis politik. Hermawan Sulistio yang akrab dengan panggilan Kiki mengungkapkan hal itu menanggapi pertanyaan ANTARA tentang bisakah hasil Pemilu Presiden (Pilpres) dibatalkan karena Calon Presiden (Capres) diduga mendapat aliran dana pihak asing. Sebelumnya, pengamat politik ekonomi Ichsanuddin Nooersy mengatakan ada sebuah koalisi tengah menyiapkan gugatan ke Mahkamah Agung (MA), agar membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang Penetapan Hasil Pilpres 2004, terkait dugaan adanya aliran dana asing (dari Amerika Serikat) kepada tim sukses Capres tertentu. "Secara teoretik, koalisi semacam itu bisa saja menuntut dan melakukan aksi lainnya. Tetapi, realitas politik tidak mungkin, karena terbentur pada beberapa hal," katanya. Yang pertama, lanjut Hermawan Sulistio, pembatalan hasil Pemilu hanya efektif segera setelah Pemilu selesai, bukan lama sesudahnya. "Kedua, pembatalan hasil Pemilu hanya mungkin kalau ada krisis politik, atau hasil dari krisis politik, dan krisis seperti itu belum ada. Ketiga, terlalu banyak pihak akan terkena, sehingga tidak mungkin ada koalisi kekuatan yang mampu mendorong ke arah krisis. Sedangkan keempat, Mahkamah Agung (MA) tidak akan berani membatalkan hasil Pemilu," tandasnya. Mengenai pertanyaan bisakah terjadi Pemilu dipercepat jika upaya koalisi tersebut berhasil meyakinkan publik, termasuk para pihak berkompeten di bidang hukum, Hermawan Sulistio enggan mengemukakan pendapatnya mengenai ini. "Intinya cuma satu. Yakni, jika ada krisis politik atau hasil dari krisis politik, itu baru bisa terjadi perubahan radikal, mungkin termasuk soal pemberhentian presiden dan semacamnya," tukas Hermawan Sulistio. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007