Jakarta (ANTARA News) - Tak semata ditarik tas ranselnya, Farhan, mahasiswa Universitas Gunadarma, yang dirudung rekan-rekannya mengaku pernah dikurung dalam kelas. 

"Kalau pulang dikonciin pintu kelasnya, tasnya ditarik, dia enggak senang. Dia enggak melawan," tutur ibunda Farhan, Elis (57), di kediamannya di Ciganjur, Jakarta Selatan, Selasa. 

Menurut Elis, putra bungsunya itu sebelumnya tak pernah bercerita apa pun kepada keluarga soal perlakuan rekan satu kelasnya selama ini.

"Selama kejadian, enggak cerita. Dia enggak mau menyusahkan orang tua. Semua dipendam sendiri," tutur Elis. 

Dia mengatakan Farhan selama ini berhubungan baik dengan teman-teman sepermainnya di lingkungan tempat tinggalnya walau tak sering ke luar rumah. 

"Baik-baik saja, bertegur sapa dengan temannya di rumah, jarang ke luar rumah," kata dia. 

Menyoal kemungkinan anaknya orang berkebutuhan khusus, sang ayah, Mansur, menandaskan tak ada indikasi ke arah itu. 

"Dia wawancara lancar. To the point, apa adanya. Kemarin saat pertemuan, Farhan syarat-syarat ke arah autis itu tidak ada. Istri saya bilang itulah pukulan berat," kata dia.  

Sementara itu, salah satu tim investigasi kasus Farhan, Dr. Matrissya, mengatakan penilaian bahwa Farhan orang berkebutuhan khusis atau tidak, memerlukan waktu dan rangkaian pemeriksaan lainnya. 

"Keputusan tidak mengarah ke autis atau tidaknya bukan hanya berdasarkan saya tetapi ada psikolog. Perlu dilakukan rangkaian pemeriksaan lain," kata dia dalam kesempatan lain.

(Baca: Keluarga Farhan sangat terpukul)

 

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2017