Jakarta (ANTARA News) - Pengelola gedung bioskop tidak perlu membayar royalti atas hak cipta dari pemutaran musik yang menjadi latar belakang (soundtrack) maupun sebagai tema film yang diputar di bioskopnya, kata Wakil Ketua Umum Indonesia Intellectual Property Society (IIPS), Dwi Anita Daruherdani, kepada pers, di Jakarta, Rabu. "Pengelola bioskop telah mendapat izin dari pembuat film dan membayar royalti untuk memutar film bersangkutan, sehingga berarti telah mengantongi izin menyeluruh baik untuk memutar film maupun menayangkan dan mengumumkan semua segi karya cipta yang ada dalam film tersebut, termasuk lagu-lagunya," kata Dwi Anita, menanggapi maraknya pemutaran soundtrack maupun lagu tema film baik di layar lebar maupun layar kaca. Oleh karena itu, menurut dia, pengelola gedung pertunjukan film tidak lagi mempunyai beban kewajiban untuk membayar royalti atas pengumuman lagu-lagu yang sudah terintegrasi dalam film-film tersebut. Ia menilai sangat tidak masuk akal apabila pengelola gedung bioskop tetap diwajibkan untuk membayar royalti atas lagu-lagu yang ditayangkan di gedung bioskopnya. Sementara diketahui bahwa perolehan izin yang dikantongi pengelola gedung pertunjukan film adalah untuk memutar film, yang pengertiannya termasuk dengan segala lagu yang tersinkronisasi di dalam film tersebut. Dikatakannya kesepakatan para pengelola gedung pertunjukan film dengan para pembuat film atau pemegang hak cipta atas film untuk memutar film di gedung bioskop adalah semacam kesepakatan "beli putus". Dengan demikian, pengelola gedung pertunjukan film telah membayar sejumlah kompensasi sebagai royalti kepada pembuat film atau pemegang hak cipta atas film tersebut guna memutar film serta lagu-lagu yang tersinkronisasi di dalam film tersebut, katanya. Dwi Anita mengingatkan bahwa pemutaran lagu yang tersinkronisasi di dalam film berbeda dengan pemutaran lagu-lagu di tempat hiburan, seperti di lobi bioskop, kafe, restoran, salon dan lain-lain. Pemutaran lagu di tempat-tempat hiburan seperti itu bertujuan membuat para pelanggan merasa nyaman, selain menikmati makanan yang diberikan oleh penyedia makanan dan minuman ataupun menikmati jasa perawatan rambut yang diberikan oleh penyedia jasa salon. "Tidak demikian halnya dengan pemutaran lagu di gedung bioskop karena yang dinikmati oleh para penonton film di bioskop bukanlah lagu-lagu yang digunakan di dalam film yang mereka tonton, melainkan jalan cerita dari film bersangkutan," katanya. Dengan adanya perbedaan tersebut, maka semakin jelas bahwa pihak pengelola gedung pertunjukan film tidak mempunyai kewajiban untuk membayar royalti atas lagu-lagu yang tersinkronisasi di dalam suatu film yang diputar di gedung pertunjukannya, tegas Dwi Anita. "Pihak pembuat filmlah yang bertanggung jawab untuk membuat kesepakatan dengan pihak pencipta atau pemegang hak cipta untuk menggunakan lagu-lagu tertentu dalam film yang dibuatnya, termasuk lagu-lagu yang tersinkronisasi dalam film tersebut bersamaan dengan saat diputarnya film bersangkutan di gedung-gedung pertunjukan film ataupun di layar kaca," jelasnya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007