Jakarta (ANTARA News) - Industri farmasi nasional terus menunjukkan kinerja yang semakin positif dengan mampu menyediakan kebutuhan obat untuk pasar dalam negeri sebesar 70 persen. 




Bahkan, dalam kelompok industri kimia, farmasi dan obat tradisional, sektor ini mengalami pertumbuhan cukup tinggi mencapai 7,38 persen pada kuartal II tahun 2017 atau di bawah pencapaian industri logam.

 

“Nilai pasar produk farmasi di Indonesia sekitar USD4,7 milIar atau setara dengan 27 persen dari total pasar farmasi di ASEAN,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangannya di Jakarta, Senin.




Airlangga menyampaikan hal itu pada Perayaan 60 tahun Bayer Beroperasi di Indonesia yang diselenggarakan di Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

 

Airlangga berharap, industri farmasi dapat lebih mendominasi pasar domestik dan ekspor. Apalagi, saat ini pemerintah Indonesia tengah meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat. 




“Upaya ini dilaksanakan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional yang dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk mengcover 160 juta penduduk,” tuturnya.

 

Menurut Airlangga, program tersebut membutuhkan penyediaan obat dalam jumlah besar terutama obat generik. Oleh karena itu, industri farmasi dalam negeri juga dituntut agar menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga kompetitif.




“Dalam hal ini, pemerintah tentunya akan memprioritaskan produsen lokal dalam penyediaan obat pada program BPJS,” lanjutnya.

 

Berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035, industri farmasi dan bahan farmasi merupakan salah satu sektor andalan yang berperan besar sebagai penggerak utama perekonomian di masa yang akan datang. 




Kementerian Perindustrian mencatat, industri farmasi berkontribusi sebesar Rp54,4 triliun terhadap PDB nasional dan mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 40 ribu orang.

 

Dengan kinerja yang gemilang tersebut, Kemenperin berkomitmen untuk melakukan pendalaman struktur di industri farmasi ini sehingga akan mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor. 




“Jadi, sektor hulunya terus kami pacu sehingga bisa diproduksi di dalam negeri,” tegas Airlangga.

 

Untuk mendorong pengembangan bahan baku farmasi di dalam negeri, pemerintah telah menyediakan beberapa insentif, salah satunya melalui fasilitas pajak penghasilan. 




Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2016 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu.

 

Di samping itu, pemerintah juga gencar menekankan pentingnya penguasaan teknologi dan peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN). 




Hal ini dikuatkan dengan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan yang menginstruksikan kepada 12 kementerian dan lembaga dapat saling bersinergi dan mendukung dalam pengembangan industri farmasi dan bahan farmasi untuk mendorong kemandirian obat nasional.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2017