Jakarta (ANTARA News) - PT Indosat diduga melakukan penggelapan pajak dengan mencatatkan kerugian akibat transaksi derivatif yang dilakukan pada tahun 2004 hingga 2006, sehingga negara kehilangan potensi penerimaan pajak dan deviden sebesar Rp323 miliar. "Ini skandal keuangan yang sangat memprihatinkan. Karena dengan kondisi makro ekonomi yang membaik bagaimana mungkin perusahaan sebesar Indosat mengalami kerugian derivatif," kata anggota Komisi XI DPR RI, Dradjat H. Wibowo, di Jakarta, Senin. Ia mengemukakan hal itu saat rapar kerja (Raker) dengan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta, dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Miranda S. Goeltom. Dijelaskan Dradjat, dalam neraca konsolidasi Indosat terdapat pos "loss on change in fair value of derivatives" yang pada tahun 2004 mengalami kerugian Rp170,45 miliar, tahun 2005 rugi Rp44,21 miliar dan tahun 2006 rugi Rp438 miliar. "Totalnya selama tiga tahun Indosat mengalami kerugian akibat transaksi derivatif Rp653 miliar. Angka-angka di atas memang masih angka awal yang belum diaudit, sehingga bisa berubah. Namun, tetap saja kerugian ini merupakan skandal keuangan yang tidak bisa ditolerir," katanya. Menurut dia, jika laporan hasil audit tidak mengalami perbedaan terlalu jauh, maka potensi Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang hilang sebesar Rp196 miliar (30 persen dikali Rp653 miliar), dan kehilangan potensi penerimaan dari deviden Rp65 miliar serta kehilangan dari PPh dari deviden yang diterima pemegang saham minoritas selain pemerintah sebesar Rp62 miliar. "Sehingga, total potensi penerimaan negara yang hilang adalah sekitar Rp323 miliar. Jumlah ini masih bisa bertambah, yaitu apabila transaksi di atas justru menghasilkan keuntungan," katanya. Berdasarkan catatannya, sejak 2004 hingga Nopember 2006 Indosat menandatangani 17 kontrak "swap" yang terdiri dari 11 kontrak "cross currency swap" dan enam kontrak "interest rate swap" bernilai transaksi derivatif 275 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp2,47 triliun. Kontrak tersebut melibatkan lembaga keuangan ternama, seperti ABN Amro bank, Barclays Capital London, Goldman Sachs International, Goldman Sachs Capital Market New York, HSBC, JP Morgan Chase Bank Singapore, Merril Lynch Capital Market dan Standard Chartered Bank Jakarta. Dradjat meminta, agar Menkeu dan Komisi XI mengambil berbagai langkah, seperti meminta Inspektur Jenderal (Irjen) Depkeu segera melakukan pemeriksaan terhadap Badan Pengelola Pasar Modal (Bapepam) yang seharusnya mengetahui transaksi-transaksi derivatif yang dilakukan Indosat sebagai perusahaan terbuka. Menkeu juga diminta untuk memerintahkan Dirjen Pajak untuk menyelidiki dan memeriksa transaksi derivatif tersebut, sementara Bapepam juga perlu melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap manajemen resiko dan keuangan Indosat. Dradjat juga meminta, agar Komisi XI segera memanggil Indosat, auditor dan pihak-pihak terkait seperti Bapepam, Dirjen Pajak, Kantor Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Menneg BUMN) sehubungan kasus tersebut. (*)

Pewarta: priya
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007