Jakarta (ANTARA News) - Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) menyesalkan razia buku pelajaran sejarah ke penerbit-penerbit yang dilakukan kejaksaan agung dengan cara seolah-olah para penerbit adalah pelaku kriminal. "Ini merusak citra penerbit. Padahal yang dilakukan penerbit hanyalah menerbitkan buku pelajaran sejarah untuk memenuhi kebutuhan sekolah yang mengacu pada draft kurikulum 2004," kata Ketua Ikapi Setia Dharma Madjid kepada wartawan di Jakarta, Rabu. Razia tersebut mengacu pada Keputusan Jaksa Agung no KEP 019/A/JA/03/2007 tentang Larangan Beredar Barang Cetakan Buku-buku Teks Pelajaran Sejarah SMP/MTs dan SMA/MA/SMK yang Mengacu pada Kurikulum 2004. Keputusan itu menyebutkan, peristiwa pemberontakan PKI Madiun tahun 1965 hanya memuat keterlibatan G30S tanpa menyebut keterlibatan PKI sehingga dianggap dapat menimbulkan kerawanan. Namun ia menyayangkan razia yang seharusnya hanya terhadap buku pelajaran sejarah kelas III SMP dan III SMA atau sederajat juga merambah ke semua buku sejarah kurikulum 2004 termasuk untuk SMP/SMA kelas I dan II yang belum menyinggung sejarah Indonesia setelah kemerdekaan dan juga termasuk buku sejarah untuk SD. "Keanehan lainnya, razia juga dilakukan pada buku-buku sejarah yang juga mencantumkan kata 'PKI' dan buku sejarah dari penerbit yang tak termasuk dalam daftar penerbit tercantum dalam keputusan," katanya. Menurut dia, Keputusan Jaksa Agung itu tidak perlu diimplementasikan dengan cara "penggerebekan" seperti dilakukan pada kasus narkoba, tetapi cukup dengan pemberitahuan. "Kita tak akan terus menerbitkan sesuatu yang dilarang karena percuma saja pasti juga tidak akan dibeli," katanya. Karena itu Ikapi sebagai payung penerbit menawarkan diri sebagai fasilitator untuk mengumpulkan buku terlarang dari gudang penerbit. Setelah itu Ikapi akan menyerahkannya ke kantor Kejaksaan Agung. Dengan cara ini, ujarnya, menutup peluang penyalahgunaan wewenang oleh oknum tertentu. Ditanya kerugiannya, Setia menjawab, kerugiannya tidak signifikan karena pada saat Keputusan Jaksa Agung terbit sebagian besar buku sejarah sudah berada di tangan siswa yang sudah terlanjur membeli, bukan lagi di gudang penerbit.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007