Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menyerahkan kesimpulan kepada Hakim Tunggal Cepi Iskandar dalam lanjutan sidang praperadilan Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis.

"Yang pertama kami dari KPK selaku termohon tetap berkeyakinan dan berkesimpulan penetapan pemohon sebagai tersangka berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku sesuai dengan prosedur, ada fakta hukum, ada hal-hal yang terkait dengan bukti permulaan," kata Kepala Biro Hukum KPK Setiadi di Jakarta, Kamis.

Hal tersebut, kata dia, didukung sekitar 270 dokumen surat kemudian rekaman dalam bentuk "compact disc" (CD), flashdisk, dan keterangan ahli-ahli yang menjadi dasar hukum bagi kami KPK untuk menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka.

"Kemudian dalam hal penetapan tersebut, kami sudah melihat bahwa bukti-bukti dan fakta hukum itu sudah mendukung, jadi kami berkeyakinan bahwa dalam penetapan tersangka sebagai pemohon adalah sah," tuturnya.

Selanjutnya, kata Setiadi, dalam sidang praperadilan pada Rabu (27/9), pihaknya sedianya ingin memutar sebagian dari bukti rekaman dalam persidangan tersebut.

Rekaman yang dimaksud berupa komunikasi antara Setya Novanto dengan berbagai pihak terkait kasus proyek KTP-elektronik (KTP-e).

Namun, Hakim Tunggal Cepi Iskandar menolak rekaman itu diputar di persidangan karena akan melanggar asas praduga tak bersalah.

"Pada intinya kami ingin menerapkan Pasal 44 ayat 2 Undang-Undang KPK yang mana menyebutkan adanya permulaan bukti cukup minimal dua," ujarnya,

Ia menjelaskan bahwa rekaman itu berupa percakapan pada 2013 berisi tentang orang-orang dan pihak-pihak yang sejak awal merencanakan secara bersama-sama, dengan tujuan yang sama, dan cara tertentu untuk mendapatkan keuntungan dalam proyek KTP-e yang sedang dalam proses penyidikan oleh KPK.

Menurut dia, sejak awal proses pelaksanaan KTP-e itu ada pihak-pihak tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan dan cara-cara itu sudah terbukti dari penetapan tiga tersangka yang saat ini dalam proses peradilan yaitu Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong.

"Jadi, kami di dalam hal bukti ini, baik yang dalam bukti dokumen maupun surat bahkan dalam bentuk rekaman maupun optik atau elektronik, kami sudah yakin bahwa bukti-bukti itu mendukung dan yang terakhir tentunya kami berharap dalam proses peradilan ini sesuai dengan Undang-Undang Pokok Kehakiman," ujarnya.

Atas dasar tersebut, pihaknya pun mengharapkan Hakim Tunggal praperadilan menolak permohonan praperadilan dari Setya Novanto.

"Kemudian tentunya hakim objektif, netral, dan tidak memihak. Hakim boleh memihak kepada nilai-nilai keadilan yang kita junjung tinggi bersama," kata Setiadi.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Cepi Iskandar akan menggelar sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan agenda pembacaan putusan pada Jumat (29/9).

KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.

Setya Novanto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri.

Setya Novanto disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2017