Manado (ANTARA News) - Pemerintah menegaskan bahwa larangan ekspor pasir, tanah, dan top soil (tanah humus) diberlakukan untuk menghindari kerusakan lingkungan di wilayah Indonesia. "Alasan apa pun, tidak diperkenankan ekspor pasir, tanah dan top soil, bila dibiarkan akan merusak lingkungan serta sangat merugikan bangsa," kata Kepala Sub Direktorat Logam Departemen Perdagangan, Oloan Sitanggang, di Manado, Sulawesi Utara (Sulut), Kamis. Setelah mempertimbangkan terjadinya kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir, tanah, dan top soil, maka pada Februari 2007 Menteri Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 02/M-DAG/PER/1/2007 tentang larangan ekspor tiga bahan galian jenis C itu. Sementara bahan galian C di luar tiga jenis di atas dapat diekspor secara bebas, tetapi harus melalui prosedur verifikasi oleh lembaga surveyor yang ditunjuk pemerintah yakni PT Surveyor Indonesia serta Sucofindo. "Verifikasi untuk membuktikan kebenaran bahan galian C tersebut benar-benar dari hasil tambang jenis tersebut," kata Oloan. Verifikasi meliputi penelitian dan pemeriksaan terhadap data atau keterangan minimal mengenai keabsahan administrasi sumber barang, spesifikasi barang yang mencakup Nomor Pos Tarif/HS, uraian dan komposisi barang, jumlah dan jenis barang dan waktu pengapalan. Hasil pemeriksaan verifikasi dituangkan dalam bentuk laporan Surveyor(LS), selanjutnya akan menjadi dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan untuk pendaftaran Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atau Pemberitahun Pabean Single Administrative Document (PPSAD) untuk kantor Pelayanan Bea dan Cukai. Surveyor harus dapat memastikan barang akan diekspor sesuai dengan yang tercantum dalam LS. Oloan mengatakan, bahan galian C dalam aturan perdagangan luar negeri masuk dalam kategori tidak dikenakan ketentuan ekspor, namun karena dipandang sangat penting dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan sehingga perlu dilakukan verifikasi terlebih dulu.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007