Jakarta (ANTARA News) - Dari 27 bank umum yang bermodal inti di bawah Rp80 miliar, hanya kurang dari sepuluh yang telah bersedia menambah modalnya untuk memenuhi ketentuan modal minimum yang diatur dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API). "Sekitar di bawah sepuluh yang tambah modal," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mulyaman D Hadad kepada wartawan di Jakarta, Senin, ketika ditanya tentang perkembangan 27 bank umum yang modalnya masih di bawah modal inti Rp80 miliar. Dalam peraturan API disebutkan bahwa pada 2008, bank umum yang ada di Indonesia harus memiliki modal inti minimal Rp80 miliar, dan pada 2010 mencapai Rp100 miliar. Menurut Mulyaman, BI saat ini tengah memberikan tekanan agar bank yang belum memenuhi ketentuan tersebut segera menambah modal atau melakukan penggabungan usaha (merger). "Kita tak ingin hanya janji-janji saja, kita ingin bahwa September bank-bank tersebut telah mengadakan kesepakatan hitam di atas putih (menambah modalnya sendiri atau merger untuk menambah modal inti tersebut)," katanya. Menurut dia, September merupakan bulan yang tepat untuk segera membentuk kesepakatan dalam konsolidasi. "September kan penandatanganannya, sehingga masih ada tiga bulan untuk proses tersebut yaitu Desember 2007," katanya. Saat ini, menurut dia setidaknya telah ada dua bank di Jawa Timur yang telah berada dalam proses finalisasi. Terkait dengan penggabungan tersebut, menurut dia, saat ini pihaknya dengan Direktorat Pajak Departemen Keuangan tengah mengadakan pembicaraan mengenai insentif bagi bank-bank yang akan melakukan penggabungan. "Kita masih negosiasi tentang pajak insentif tersebut," katanya. Menurut dia, hingga kini pihaknya masih belum tahu dalam bentuk apa insentif pajak tersebut akan diberikan. Dikatakannya, saat ini Ditjen Pajak menginginkan penelitian yang mendalam tentang manfaat yang akan diperoleh dalam penggabungan perbankan tersebut bagi perekonomian Indonesia. "Salah satu indikatornya dikaitkan dengan rasio utang dengan tabungan (LDR)," katanya. Sementara itu Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Halim Alamsyah mengatakan Dirjen Pajak masih menginginkan pengkajian tentang masalah tersebut. "Dirjen Pajak ingin mengetahui manfaat dari penggabungan tersebut bagi perekonomian nasional serta tentunya pertambahan pajak akibat penggabungan tersebut," katanya. Ia menambahkan saat ini pihak perbankan yang akan melakukan penggabungan menginginkan adanya penilaian pajak yang berbeda terkait dengan akibat dari penggabungan tersebut. "Terutama masalah nilai pasar akibat penggabungan," katanya. Ia mencontohkan, bila Bank A memiliki sebuah gedung dengan nilai buku Rp100 miliar sedangkan nilai pasarnya Rp200 miliar dan akan bergabung dengan Bank B yang nilai buku dan nilai pasarnya Rp100 miliar, maka apakah kemudian selisish nilai pasar dengan nilai buku sebesar Rp100 miliar tersebut dianggap pendapatan yang harus dikenai pajak. "Untuk itu perbankan menginginkan keringanan terhadap hal-hal tersebut," katanya.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007