Jakarta (ANTARA News) - Bank Indoensia (BI) bersama Departemen Keuangan (Depkeu) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) membentuk forum kstabilitas sistem keuangan (FSSK) untuk untuk menghadapi gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan. "Pada bulan Juli kita akan menandatangani surat keputusan bersama dalam rangka pemebentukan FSSK," kata Deputi Gubernur BI, Mulyaman D. Hadad, saat memberi sambutan dalam seminar "Jaring Pengaman Sektor Keuangan untuk memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan" di Jakarta, Senin. Isu stabilitas keuangan menjadi prioritas, sebab menurut dia, saat ini Indonesia merupakan salah satu negara yang dibanjiri arus modal masuk dari luar negeri (capital inflow) akibat dari ekses likuiditas global. Untuk itu, ia mengemukakan, forum tersebut akan dimanfaatkan sebagai institusi formal manajemen krisis di Indonesia. Ia mengatakan meski saat ini banyak arus modal luar negeri yang masuk ke Indonesia namun situasi sekarang berbeda dengan masuknya dana asing ketika pada masa krisis 1997. "Saat ini kondisi perekonomian lebih baik dari masa sepuluh tahun lalu, kita memiliki stabilitas makro yang lebih baik serta cadangan devisa yang lebih besar, namun demikian kita tetap waspada terhadap adanya kemungkinan gangguan terhadap mata uang kita," katanya. Selain dengan pembentukan FSSK, BI juga terus memantapkan regulasi, peningkatan riset dan pengawasan yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan memonitor risiko-risiko yang mengancam kestabilan keuangan, serta melakukan pencegahan krisi dan resolusi krisis. Kepala Eksekutif LPS, Krisna Wijaya, dalam seminar tersebut mengatakan bahwa saat ini berbagai negara telah membentuk jaring pengaman sektor keuangan untuk mengatasi krisis keuangan. Hal itu, menurut dia, karena krisis keuangan telah mengakibatkan beban biaya fiskal bagi pemerinatah. Ia mengemukakan. mengutip beberapa pakar ekonomi yang melakukan studi tentang hal itu, Indonesia menghabiskan 58 persen GDP-nya untuk membiayai krisi keuangan pada 1997-1998. "Ini merupakan biaya krisis tertinggi dibandingkan negara-negara lain, krisis Argentina yang sering disebut-sebut sebagai sebagai krisis berdampak besar hanya memerlukan biaya krisis 55 persen dari GDP," katanya. Untuk itu menurutnya diperlukan pengendalian risiko keuangan yang lebih baik untuk mengatasi krisis keuangan tersebut. "Salah satunya dengan penjaminan simpanan (PS), karena biaya untuk mengatasi krisis perbankan menjadi lebih jelas dan terukur manfaatnya," katanya. BI saat ini mencatat bahwa arus masuk dana asing ke Indonesia selama Januari-Mei 2007 mencapai 8,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp76,5 triliun (dengan asumsi 1 Dolar AS = Rp9.000). Dana tersebut di Surat Utang Negara (SUN) mencapai 3,96 miliar dolar AS, Surat Bank Indonesia (SBI) mencapai 3,2 miliar dolar AS, dan di pasar saham mencapai 1,3 miliar dolar AS. Untuk posisi Mei 2007, BI mencatat, kepemilikan asing di SBI mencapai 6 miliar dolar AS dan di SUN mencapai 9,4 miliar dolar AS, sedangkan kapitalisasi saham oleh asing 62 miliar dolar AS. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007