Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay menjelaskan ada tujuh isu krusial dalam RUU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) yang akan segera disetujui DPR RI menjadi undang-undang.

"Ada yang bertanya, apa perbedaan undang-undang yang direvisi ini dengan undang-undang sebelumnya? ada tujuh isu krusial," kata Saleh Partaonan Daulay pada diskusi "Implementasi UU Perlindungan TKI" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.

Menurut Saleh, nama Pelindungan Pekerja Migran Indonesia ini sudah, adalah ejaan yang benar menurut ahli bahasa.

Dari ketujuh isu krusial tersebut meliputi, pertama, adalah bentuk kelembagaan, selama ini ada dua lembaga negara yang secara khusus mengatur bagaimana penyelenggaraan pelindungan dan penempatan pekerja migran di luar negeri.

Kedua lembaga tersebut adalah, Kementerian Tenaga Kerja serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).

"Pada revisi UU ini, dibedakan fungsi dan tugas kedua lembaga tersebut, sehingga tidak tumpang tindih," katanya.

Menurut dia, pada revisi UU PPMI ini mengatur Kementerian Tenaga Kerja sebagai regulator serta BNP2TKI sebagai operator.

Kedua, mengamanahkan peran dan tanggung jawab lebih besar kepada Pemerintah daripada Swasta.

Peran Pemerintah Daerah, mulai dari desa, kecamatan, dan kabupaten, hingga provinsi, kata dia, akan ditingkatkan pada seleksi hingga pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri.

"Pemerintah Daerah punya tanggung jawab mendata secara tepat dan memonitor warga daerahnya yang menjadi pekerja migran di luar negeri," katanya.

Ketiga, revisi UU PPMI ini mengamanahkan pembentukan Lembaga Terpadu Satu Atap (LTSA), yang akan menjadi pusat pelayanan dari seluruh TKI atau pekerja migran.

Menurut dia, LTSA memiliki otoritas untuk menyetujui atau menolak pengiriman pekerja migran ke luar negeri.

"Pengiriman pekerja migran harus sepengetahuan dan tercatat di LPSA," katanya.

Keempat, dalam revisi UU PPMI ini mengatur soal pelatihan vokasional dan pemberdayaan Balai Latihan Kerja (BLK).

Kelima, perusahan penempatan pekerja migran Indonesia harus berkoordinasi dan meminta izin kepada LPSA untuk mengirimkan pekerja migran ke luar negeri.

"LPSA akan menilai dan merekomendasi apakah pekerja migran tersebut memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri," katanya.

Keenam, jaminan soal pekerja migran Indonesia, ke depan akan diamanahkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Ketujuh, pembiayaan pekerja migran Indonesia tidak lagi dibebankan kepada pekerjanya, tapi dibebankan kepada calon pemberi kerja.

RUU PPMI ini merupakan revisi dari UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (PPTKILN).

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2017