Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penyelewengan dana prajurit TNI yang dikelola PT Asabri. Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung, M Salim di Jakarta, Selasa, mengatakan, dua tersangka itu masing-masing berinisial HL dan SM yang merupakan pihak swasta dan pihak pemerintah dalam hal ini Asabri. Lebih lanjut Salim mengatakan, untuk sementara ini penyidik baru menetapkan dua tersangka tersebut namun tidak tertutup kemungkinan ada tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi itu. Pemanggilan pemeriksaan kedua tersangka belum ditetapkan. Menurut dia, kedua tersangka terlibat dalam kerja sama sehingga menimbulkan kerugian negara. Disinggung mengenai nilai kerugian negara, Salim menjelaskan, hal tersebut masih dalam penghitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Sementara dari laporan yang diterima, kasus ini diduga merugikan negara lebih dari puluhan miliar," kata Salim. Penyelidik juga telah mempelajari data dari BNI 46 terkait transaksi yang terjadi melalui bank tersebut. Dugaan penyelewengan dana prajurit TNI yang dikelola PT Asabri berawal dari pemberian pinjaman uang senilai Rp410 miliar dari perusahaan - yang mengurus asuransi dan perumahan prajurit TNI- itu ke pengusaha Henry Leo. Pemberian pinjaman itu dilakukan pada tahun 1996, saat Asabri dipimpin oleh Mayjen (Purn) Subarda Midjaja dan disebut-sebut pemberian pinjaman itu dilakukan karena kedekatan pribadinya dengan Henry Leo. Transaksi peminjaman uang itu melibatkan BNI 46 dan Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit dan PNS (YKPP). Pada tahun 1997, Subarda dicopot dari jabatannya sebagai Dirut Asabri dan pada tahun 1999 Departemen Pertahanan melaporkan raibnya uang prajurit itu sebagai kasus penggelapan senilai Rp410 miliar. Pinjaman uang itu dimaksudkan untuk investasi Henry Leo dalam artian membeli sebuah bangunan bertingkat 12 di Hongkong dan namun belakangan, pengusaha itu hanya sanggup mengembalikan sebesar Rp185 miliar (tahun 2002). Dephan pernah memberikan tengat waktu hingga 1 Agustus 2006 untuk penyelesaian pinjaman namun karena tidak ada tindak lanjut yang konkret maka satu pekan kemudian lembaga itu melaporkan kasus tersebut untuk ditindaklanjuti Puspom TNI.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007