Jakarta (ANTARA News) - Penolakan ratifikasi perjanjian kerjasama pertahanan Indonesia-Singapura, yang telah ditandatangani menteri luar negeri kedua negara di Istana Presiden Tampaksiring, Bali, akhir Februari 2007, makin meluas di kalangan Komisi I DPR RI. "Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) juga menolak untuk meratifikasi perjanjian pertahanan itu karena banyak bolongnya dan amat merugikan kepentingan Republik Indonesia," kata anggota Fraksi PAN di Komisi I DPR RI Joko Susilo di Jakarta, Selasa. Komisi I DPR antara lain membidangi masalah pertahanan dan hubungan luar negeri. Pernyataan senada juga datang dari anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Effendi Choirie. Ia mengatakan pihaknya setuju dengan usulan fraksi lainnya untuk tidak meratifikasi perjanjian pertahanan RI-Singapura tersebut. "Itu tindakan bagus. Kami tidak setuju meratifikasinya," kata Effendi Choirrie. Sebelumnya, secara resmi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga telah menyatakan penolakannya untuk meratifikasi perjanjian kerja sama itu karena beberapa alasan, terutama menyangkut kerugian besar bagi Indonesia bila hal itu direalisasikan. Anggota Fraksi Partai Demokrat di Komisi I DPR Boy W Saul, meminta Departemen Pertahanan dan Mabes TNI untuk membahas lebih mendalam rumusan penerapan Persetujuan Kerjasama Pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) Indonesia-Singapura dengan mempertimbangkan banyak aspek, termasuk meminta pendapat DPR dan para pakar. "Karena perjanjian pertahanan itu telah ditandatangani, tentunya tidak bisa sertamerta dibatalkan karena akan merusak kredibilitas pemerintah dalam melakukan perjanjian antarnegara," katanya. Menurut dia, pendapat Menhan Juwono Sudarsono --yang mengatakan Indonesia menolak keinginan Singapura yang hendak merumuskan sendiri penerapan DCA itu-- sebenarnya membingungkan bagi kalangan Dewan, karena hal- hal seperti itu seharusnya sudah diantisipasi sejak DCA masih dalam tahap proses penyusunan. Meski demikian, ia mengharapkan Menhan untuk tetap teguh pada pendiriannya bahwa perumusan pelaksanaan DCA harus ditentukan bersama oleh kedua negara. Ia juga mengakui di kalangan fraksi DPR telah berkembang upaya penolakan atas DCA. "Bagi Fraksi PD DPR, yang perlu diperhatikan pemerintah adalah implementasi pelaksanaan DCA itu harus disusun secara matang dan komprehensif," katanya. Sementara itu, anggota Fraksi PDI Perjuangan di Komisi I DPR RI Suparlan mengatakan bahwa pihaknya masih mempelajari isi perjanjian tersebut dengan seksama. "Dari pemerintah belum disampaikan secara mendetil ke DPR RI, makanya saya juga belum perlu memberi tanggapan terbuka," katanya. Fraksi Partai Golkar, sebagaimana pernah dinyatakan anggotanya di Komisi I DPR RI Hajriyanto Y Thohari, berpendapat bahwa pada prinsipnya perjanjian kerjasama pertahanan tersebut lebih banyak memberi keuntungan kepada pihak asing, ketimbang Indonesia. Sementara itu pengamat politik dari Universitas Indonesia Arbi Sanit mengatakan DCA antara Indonesia dengan Singapura sebaiknya terus dikaji ulang oleh DPR dengan menitikberatkan pada keseimbangan keuntungan yang diperoleh dua negara. "Keseimbangan melalui teknis sebaiknya dilakukan. Harus dihitung benar masing-masing negara mendapatkan keuntungan yang sama. Kalau tidak dapat tercapai maka sebaiknya tidak usah diteruskan," katanya. Arbi mengatakan perjanjian tersebut dinilai lebih menguntungkan pihak Singapura dan bila diteruskan berarti Indonesia telah menggadaikan kedaulatan negaranya. Ia menilai banyak dari isi perjanjian kerja sama itu tidak memiliki manfaat dan keuntungan bagi negara. "Prinsipnya ini mengenai kedaulatan negara dan saya mendukung fraksi di DPR yang meminta DCA untuk tidak diteruskan," ujarnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007